SAMARINDA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) membuka posko pengaduan terkait dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang marak terjadi dalam acara pelepasan siswa atau wisuda di sejumlah sekolah di Bumi Etam. Langkah ini diambil sebagai respons atas keluhan masyarakat yang merasa dirugikan oleh pungutan tidak resmi yang kerap membebani orang tua siswa.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin, menegaskan bahwa pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya bagi masyarakat yang ingin melaporkan praktik pungli tersebut.
“Masyarakat dapat menyampaikan laporan melalui nomor telepon +62811-1713-737 atau datang langsung ke kantor Ombudsman. Kami berkomitmen menindaklanjuti setiap laporan dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi,” ujar Mulyadin dalam keterangan resmi, Selasa (11/3/2025).
Mulyadin juga menyoroti Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2023 yang secara eksplisit mengatur batasan kegiatan wisuda di satuan pendidikan. Menurutnya, regulasi ini seharusnya menjadi rambu-rambu jelas bagi sekolah agar tidak terjerumus dalam praktik pungli yang memberatkan orang tua siswa.
“Wisuda tidak dilarang, tapi tidak boleh membebani peserta didik maupun orang tua,” tegasnya.
Ombudsman juga mengkritik langkah preventif Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim serta jajarannya di tingkat kabupaten/kota yang dinilai belum konkret.
Menurut lembaga pengawas pelayanan publik ini, langkah antisipatif sangat penting untuk mencegah terulangnya maladministrasi berupa pungli, terutama dalam momentum perpisahan siswa yang kerap dimanfaatkan oknum tertentu untuk mencari keuntungan.
Mulyadin mengimbau masyarakat untuk proaktif melaporkan praktik pungli yang mereka alami. “Kami siap menerima laporan dan akan menindaklanjuti setiap pengaduan. Mari bersama-sama memastikan dunia pendidikan di Kaltim bebas dari praktik yang merugikan masyarakat,” ajaknya.
Kepala Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman Kaltim, Dwi Farisa Putra Wibowo, menyebut persoalan sumbangan di sekolah sebagai “lagu lama” yang terus berulang setiap tahun. Ironisnya, banyak sekolah berlindung di balik dalih bahwa permintaan dana tersebut berasal dari komite sekolah, seolah-olah komite adalah entitas terpisah.
“Komite Sekolah itu bagian dari sekolah. Jangan sampai komite dianggap terpisah. Pungutan yang dilakukan komite merupakan tanggung jawab sekolah,” tegas Dwi.
Dwi juga mengingatkan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 75 Tahun 2016 telah melarang komite sekolah, baik secara individu maupun kolektif, untuk melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali.
“Komite boleh melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan berbentuk bantuan atau sumbangan, bukan pungutan,” jelasnya.
Meski mengapresiasi penerbitan surat edaran oleh Disdikbud, Dwi menekankan bahwa efektivitas edaran tersebut sangat bergantung pada mekanisme pengawasan dan sanksi tegas terhadap kepala sekolah dan/atau komite sekolah yang melanggar. “Tidak cukup hanya dengan edaran. Perlu ada tindakan nyata untuk memastikan edaran tersebut dipatuhi,” ujarnya.
Ombudsman juga menyarankan perlunya memperluas kewenangan cabang dinas pendidikan di bawah Disdikbud Kaltim serta pengawas sekolah. “Pengawas sekolah harus memiliki pemahaman komprehensif tentang masalah pendidikan, termasuk pungli,” kata Dwi. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post