PRANALA.CO, Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyelidiki dugaan penerimaan uang oleh Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur Tipe B, Rachmat Fadjar (RF), yang kini resmi berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan jalan di Kalimantan Timur.
RF, bersama empat tersangka lain, diduga terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara pada proyek yang dibiayai dari APBN tersebut. Pemeriksaan terhadap RF berlangsung di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Samarinda, tempat di mana ia ditahan selama menunggu proses persidangan.
“Terperiksa didalami terkait penerimaan uang dalam proyek pembangunan jalan di Kaltim dan penerimaan lainnya,” ujar Tessa Mahardhika, Juru Bicara KPK, Kamis (31/10/2024).
Penyelidikan KPK terfokus pada jalur korupsi yang melibatkan lima tersangka, yakni Direktur CV Bajasari Nono Mulyanto (NM), pemilik PT Fajar Pasir Lestari Abdul Nanang Ramis (ANR), staf PT Fajar Pasir Lestari Hendra Sugiarto (HS), Kepala Satuan Kerja BBPJN Kaltim Tipe B Rachmat Fadjar (RF), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Raido Sinaga (RS).
Kasus ini bermula saat RF ditunjuk sebagai Kepala Satuan Kerja BBPJN Kaltim Tipe B dan RS sebagai PPK dalam proyek-proyek tersebut. NM, ANR, dan HS mendekati RS dengan tawaran uang agar proyek tersebut dimenangkan oleh perusahaan mereka. Tawaran tersebut diteruskan oleh RS kepada RF yang akhirnya menyetujui kesepakatan tersebut.
Untuk mengamankan proyek ini, RF bahkan memerintahkan RS untuk memodifikasi dan memanipulasi barang-barang dalam katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP). Berdasarkan kesepakatan, RF mendapatkan komisi sebesar 7 persen dari nilai proyek, sedangkan RS memperoleh 3 persen.
Proyek yang dimaksud meliputi peningkatan Jalan Simpang Batu-Laburan dengan anggaran Rp49,7 miliar dan preservasi Jalan Kerang-Lolo-Kuaro senilai Rp1,1 miliar.
Pemberian uang mulai dilakukan sejak Mei 2023 di Kantor BBPJN Wilayah I Kaltim. Total suap yang diterima mencapai Rp1,4 miliar, sementara KPK mengamankan sisa uang tunai sebesar Rp525 juta sebagai barang bukti.
KPK menjerat NM, ANR, dan HS dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, RF dan RS sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang juga diperbarui dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
*) Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post