JARINGAN Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, menilai pengesahan Revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) akan membuat Kaltim semakin dirugikan.
Terlebih soal kerusakan lingkungan dan krisis ruang hidup bagi masyarakat. pasalnya, Kaltim menjadi salah satu wilayah yang hampir setengahnya telah di plot menjadi konsesi pertambangan batu bara. Total konsesi pertambangan di Kaltim sebanyak 5,1 juta hektare dari luas wilayah Kaltim 12,5 juta hektare atau separuhnya.
“ UU Minerba baru ini memberi karpet merah bagi pengusaha dan memperparah kerusakan lingkungan di Kaltim,” ungkap Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, Kamis (14/5).
Sebagai contoh, kata Rupang, pasal 169A mengatur perpanjangan kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tanpa melalui lelang. “KK dan PKP2B diberi jaminan perpanjangan otomatis 2 x 10 tahun tanpa harus mengurangi perluasan wilayahnya,” jelas Rupang.
Padahal, UU lama mengatur kawasan harus dikembalikan kepada negara apabila habis kontrak dan dilelang ulang. Kemudian, pasal 169B Ayat 5 mengatur pemegang KK dan PKP2B mengajukan perpanjangan operasi produksi bisa diluar wilayah izin usaha pertambangan khusus (IUPK). “Pasal ini memberi ruang bagi pemegang IUP mendapatkan konsesi tambahan,” jelasnya.
Padahal kerusakan lingkungan di Kaltim sudah sangat parah. Salah satu penyumbang terbesar yakni sektor tambang batubara. Catatan Jatam Kaltim, lubang tambang yang tak direklamasi pengusaha sebanyak 1.735 titik tersebar di 10 kabupaten dan kota.
Ribuan lubang tambang itu sudah memakan 36 nyawa warga Kaltim, karena tenggelam dan didominasi anak dibawah umur. Hadirnya UU Minerba ini semakin memperparah kerusakan lingkungan. Misalnya, pasal 1 Ayat 13A memuat ketentuan baru yakni Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB). “Izin ini akan membuka ruang renten baru,” tegas Rupang.
Kemudian, pasal 1 Ayat 28A mengatur wilayah hukum pertambangan yang mencaplok semua ruang darat dan ruang laut. “Definisi ini mengancam ruang hidup masyarakat,” tegasnya. Lalu, pasal 22 Huruf A dan D memberi ruang penambangan di sungai dari 25 hektare pada UU sebelum revisi, menjadi 100 hektare pada UU baru untuk wilayah pertambangan rakyat.
Selanjutnya, pasal 42 dan pasal 42A memperpanjang penguasaan lahan eksplorasi dari sebelumnya dua tahun menjadi delapan tahun dan dapat diperpanjang satu tahun setiap kali perpanjangan. “Beri ruang penguasaan lahan lebih lama,” terang Rupang.
Tak lupa, lanjut Rupang, ada dua pasal yang berpotensi mengkriminalisasi warga yang jika menolak pertambangan, yakni pasal 162 dan 164. Dua pasal tersebut memuat saksi pidana dan denda bagi setiap orang yang dianggap merintangi kegiatan pertambangan. “Alam Kaltim akan makin terpuruk,” pungkas dia.
Diketahui, jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kaltim, menurut Dinas ESDM, 404 IUP dan 5 izin PKP2B yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Sementara versi Jatam jumlah IUP di Kaltim ada 1.404 IUP dengan luasan mencapai 4,1 juta hektare. Sedang total luas PKP2B mencapai 1,0 juta hektare. (*)
Discussion about this post