GUBERNUR Kalimantan Timur (Kaltim), Irsan Noor meresmikan pabrik smelter nikel pertama di Kalimantan yang berlokasi di Desa Pendingin, Kecamatan Sanga Sanga, Kutai Kartanegara.
Pabrik smelter nikel berbedera PT Kalimantan Ferro Industry (KFI) itu menelan dana investasi mencapai Rp30 triliun. Proyek pabrik smelter nikel ini akan memiliki sekira 12 line produksi dengan total kapasitas sekitar 8 hingga 9 tungku.
Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah pasokan bahan baku dari Sulawesi dan Halmahera. “Indonesia dan Australia dikenal sebagai dua produsen nikel terbesar di dunia. Kualitas nikel Indonesia unggul,” kata Gubernur Kaltim, Isran Noor.
Isran Noor menyatakan, manfaat lokasi strategis proyek ini berdekatan dengan sumber bahan baku di Sulawesi, Maluku Utara, Halmahera, dan sekitarnya. Hal ini memberikan efisiensi atau mengurangi biaya produksi sehingga menjadikannya lebih kompetitif di pasar global.
“Proyek ini menjadi alasan untuk merasa senang dan bahagia, karena akan membantu membangun industri pengolahan sumber daya alam dalam negeri. Indonesia memiliki banyak bahan baku potensial,. Proyek ini akan menghasilkan nilai tambah ekonomi signifikan. Ini juga menghindari ekspor bahan baku yang dapat merusak lingkungan,” ujar Isran Noor.
Gubernur Kaltim mengapresiasi inisiatif PT KFI dan berharap agar lebih banyak industri berinvestasi di Indonesia, khususnya Kaltim, dengan memanfaatkan energi hijau untuk menjaga lingkungan.
Terkait pasokan listrik, tutur Gubernur Kaltim, PT KFI telah berkomunikasi dengan PLN untuk memastikan industri-industri yang membutuhkan energi dari PLN dapat mendapatkannya dengan cepat.
“Ini adalah langkah besar dalam memajukan industri dan investasi di Benua Etam (Kaltim) dan diharapkan akan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Kaltim,” tutur Gubernur Kaltim.
Diketahui, PT KFI menandatangani kontrak Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dengan PLN Persero sebesar 800 MW pada 31 Desember 2021, yang menjadi milestone utama pembangunan proyek ini.
Terkait dengan penggunaan tenaga kerja lokal, sedikitnya terdapat kurang lebih 1.700 orang telah bekerja di PT KFI. Bahkan, hingga saat ini perekrutan masih aktif berjalan, meliputi masyarakat sekitar Palaran dan Samarinda Kota.
Sedangkan untuk tenaga asing, PT KFI memperkerjakan sekitar 250 orang dengan fokus pembangunan pabrik dan menyisakan pekerja di level manajerial.
Terkait kelayakan lingkungan, PT KFI telah mengantongi SUrat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sementara itu, Pemprov kaltim memperhitungkan laju pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada angka 4,3-5,10 persen dibandingkan 2022 di angka 1-3,5 persen.
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Non Migas dan Batubara diprediksi 5,8%-6,6%. PDRB per kapita tahun 2023 meningkat menjadi Rp235 juta – Rp265 juta dari sebelumnya Rp193 juta.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu alias DPMPTSP Kaltim, Puguh Harjanto mengungkapkan, ada 2 proyek smelter nikel sedang dibangun di Kaltim, milik PT KFI di Pendingin dan PT Mitra Murni Perkasa juga berinvestasi Rp6,5 triliun pada pabril smelter nikel, lokasinya di Balikpapan.
“KFI apabila beroperasi penuh nanti menyerap tenaga kerja lebih kurang 12.000 orang,” kata Kepala DPMPTSP Kaltim.
Menurut Puguh Harjanto, proyek smleter nikel di Sangasanga tersebut, termasuk proyek yang sudah memulai kegiatannya pertengahan tahun 2022 Kaltim dengan total investasi nantinya Rp30 triliun.
Selain itu juga ada PT Borneum Internasional berinvestasi pada pengolahan cangkang sawit. Kemudian, PT Air Product East Kalimantan berinvestasi di Sangatta, Kutai Timur pada proyek pengolahan batubara ke metahanol dengan nilai investasi Rp880 miliar.
“Status proyek saat ini menunggu keputusan Menkeu terkait tax holiday, atau pajak,” ujar Puguh Harjanto. (*)
Discussion about this post