SAMARINDA – Industri semen di Indonesia saat ini tengah menghadapi masalah kelebihan suplai. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) Kiki Warlansyah mengungkapkan, pada 2020 lalu, sebanyak 42 juta ton semen tidak bisa terserap di pasar.
“Kondisi saat ini adalah per akhir tahun 2020, kapasitas produksi semen nasional itu sebanyak 117 juta ton. Sementara yang terserap di pasar hanya sekitar 75 juta ton, atau kita ada oversupply semen sebanyak 42 juta ton,” kata Kiki saat konferensi pers secara virtual, Minggu (11/4/2021).
Dengan adanya over suplai 42 juta ton tersebut, menurut Kiki apabila dibandingkan dengan pertumbuhan infrastruktur sekitar 7% per tahun, maka kondisi industri semen baru akan stabil pada tahun 2031. Di sisi lain, Kiki menyesalkan sikap pemerintah yang malah mengizinkan rencana pembangunan pabrik semen baru di Kalimantan Timur (Kaltim).
Dia melanjutkan, isu terbaru saat ini pemerintah sedang berproses mengizinkan kembali pendirian pabrik semen baru di Kalimantan Timur, atau mempersiapkan sebuah bahan untuk pendirian ibu kota baru. Kapasitasnya tak tanggung-tanggung, sebesar 15 juta ton.
“Kami dari federasi benar-benar menolak pendirian pabrik baru ini. Kenapa seperti itu? Secara nasional saja kita sudah kelebihan produksi 42 juta ton, sekarang akan ditambah 15 juta ton, tentu semakin besar,” ungkapnya.
Kiki menambahkan, di Kalimantan saat ini juga mengalami oversupply semen sebesar 2,9 juta ton. Ada dua pabrik yang berdiri di pulau tersebut, yaitu Indosemen dan Conch. Sementara di Sulawesi ada tiga pabrik semen, yaitu Tonasa, Bosowa dan Conch. Di Sulawesi pun mengalami over suplai 7,7 juta ton.
“Jadi, secara keseluruhan antara Kalimantan dan Sulawesi, saat ini sudah oversupply 10,6 juta ton, jadi untuk apa lagi ditambah pabrik baru dengan kapasitas 15 juta ton,” kata Kiki mengutip beritasatu.com.
Dengan total over suplai secara nasional 42 juta ton, menurut Kiki kondisi ini membuat utilisasi pabrik hanya sekitar 60%. Sehingga dari empat line pabrik, otomatis satu line pabrik sudah berhenti. Hal tersebut akan berdampak pada pengurangan pendapatan karyawan hingga adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Untuk itu, Kiki meminta pemerintah tidak memberikan izin pendirian pabrik semen baru di Kaltim.
“Di 2018 saja industri semen sudah melakukan PHK sekitar 700 karyawan. Dengan adanya rencana pendirian pabrik di Kaltim, otomatis akan mengancam posisi buruh. Di saat yang 15 juta ton berproduksi, otomatis seluruh pabrik yang existing saat ini akan mengalami penurunan utilisasi,” kata Kiki.
Penolakan sama sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Koalisi penggiat lingkungan menentang rencana eksploitasi industri ekstraktif di area pegunungan karst Kalimantan Timur (Kaltim). Rencana yang dilandasi kerjasama pemerintah daerah dengan investor asal Tiongkok itu adalah membangun pabrik semen di area pegunungan karst Kutai Timur (Kutim) dan Berau.
Pada 2019, pertemuan intensif antara Pemprov Kaltim, Pemprov Zhejang dan Hongshi Holding Group yang membahas proyek senilai $1 miliar dolar atau setara Rp 14 triliun. Investor menjanjikan teknik eksploitasi green technology (zero dust) dengan kapasitas produksi 8 juta ton semen per tahun dan mampu menyerap 1.000 tenaga kerja.
Investor berniat membangun pabrik semen di Sangkulirang Mangkalihat yang masuk wilayah dua kabupaten, Kutim dan Berau. Kawasan tersebut merupakan bentangan pegunungan karst seluas 1,8 juta hektare yang menjadi bahan baku pembuatan semen.
Padahal, bentangan pegunungan karst menanggung hajat hidup masyarakat Kaltim. Pegunungannya menjadi sumber jutaan kubik air tanah dan penghidupan makhluk hidup seluruh kawasan. Pegunungan karst menyerap air hujan dan menjadikannya sebagai mata air sejumlah sungai utama Kaltim.
Bukan hanya itu, pegunungan karst Sangkulirang pun menyimpan sejarah asal muasal suku bangsa asli Kalimantan. Di salah satu gua pegunungan terdapat relief belasan gambar purba yang usianya diperkirakan lebih dari 40 ribu tahun sebelum masehi.
Relief purba dinding cadas menggambarkan tapak manusia dan hewan zaman dibuat bangsa pra Austronesia hidup di zaman es. Mereka ini merupakan kaum pemburu yang mengembara daratan Tiongkok, Vietnam, Sarawak, Sabah dan tiba di Sangkulirang. Bangsa ini mendahului kaum Austronesia yang merupakan nenek moyang Suku Dayak sekarang.
Disisi lain, diyakini pembangunan pabrik semen pada ujungnya hanya berdampak negatif bagi keberlangsungan mahluk hidup di Kaltim. Proyek akhirnya membuat pengupasan kawasan dan mengubah fungsi area karst yang diciptakan alam sejak jutaan tahun silam.
Pegunungan karst pun punya fungsi ganda mengurangi dampak perubahan iklim dunia. Penelitian Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menemukan fungsinya dalam menyerap emisi gas karbon dan melepaskan oksigen senilai Rp4 triliun per tahunnya. Pegunungan karstnya saja mampu mengurangi dampak negatif perubahan iklim dunia. Nilainya bahkan sangat besar bagi manusia.
Discussion about this post