BUMI Palestina kembali memanas. Lebih dari seratus hari militer Israel terus menggempur Gaza dan kompleks Masjid al-Aqsha. Total korban di pihak warga Palestina mencapai 232 orang, 65 di antaranya anak-anak.
Namun, di tengah gelombang solidaritas terhadap tanah Palestina dan warga Muslim di sana, muncul suara yang berkebalikan. Mereka menyatakan bahwa persoalan Palestina bukanlah urusan Indonesia, seperti yang dikatakan mantan Kepala BIN Hendropriyono. Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B. Ponto, juga menyatakan Israel bukanlah penjajah. Menurut dia, konflik yang terjadi hanyalah perebutan wilayah.
Israel Penjajah dan Pendusta
Bangsa Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina. Kaum Zionis Yahudi mengarang propaganda Palestina sebagai tanah air mereka. Lalu mereka mencari legitimasi bahwa agresi militer mereka adalah bentuk membela diri dari serangan orang-orang Palestina.
Pendudukan kaum Zionis atas tanah Palestina bermula ketika Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour pada tahun 1917. Deklarasi yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, Arthur Balfour, merupakan restu Inggris kepada kaum Yahudi di Eropa untuk bermukim di wilayah Palestina. Secara resmi Pemerintah Britania Raya mendukung rencana Zionis mendirikan tanah air di Palestina. Semua dilakukan lewat lobi para pengusaha kaya Yahudi di Inggris.
Tujuan Pemerintah Inggris merestui pendirian negara Yahudi Raya di Timur Tengah tidak lain adalah untuk mendapatkan dukungan dari para pengusaha kaya Yahudi dan untuk melemahkan Dunia Islam dengan menciptakan konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
Herzl kemudian mendatangi pemimpin kaum Muslim saat itu, Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Dia berusaha membujuk dan menyuap Khalifah dengan uang sebesar 150 juta poundsterling (setara Rp 3 triliun) untuk mendapatkan tanah Palestina. Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak.
Ia berkata, “Aku tidak dapat memberikan walau sejengkal dari tanah ini (Palestina) karena ia bukan milikku. Ia adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi bumi ini. Mereka telah membasahi tanahnya dengan darah-darah mereka.”
Sultan kemudian melanjutkan, “Jika Kekhalifahan Islam ini hancur pada suatu hari, mereka dapat mengambil Palestina tanpa biaya! Namun, selagi aku masih hidup, aku lebih rela sebilah pedang merobek tubuhku daripada melihat bumi Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Kekhilafahan Islam. Pemisahaan tanah Palestina adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.” Sultan Abdul Hamid II kemudian mengusir Herzl. Itulah yang terjadi.
Namun, setelah pemerintah Inggris dan Yahudi bekerjasama meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah, berbondong-bondong warga Yahudi mendatangi Palestina, merampas tanahnya sambil membunuhi warganya. Akhirnya, pada tahun 14 Mei 1948 berdiri negara Israel dan diakui secara luas oleh banyak negara di dunia.
Ironinya, hari ini sejumlah negeri Muslim juga mengakui keberadaan negara Israel dan menjalin hubungan diplomatik dan kerjasama lainnya, yaitu Mesir, Yordania, UEA, Maroko, Bahrain, Sudan dan Turki.
Palestina Negeri Diberkahi
Pernyataan bahwa masalah Palestina tidak ada kaitannya dengan urusan agama jelas merupakan kedustaan. Palestina adalah negeri yang tak bisa dipisahkan dengan ajaran Islam. Dalam beberapa ayat al-Quran disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan negeri Syam, negeri yang diberkahi dan disucikan Allah SWT. Sebagaimana diketahui, Syam adalah negeri yang terdiri dari Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina (temasuk yang diduduki Israel). Allah SWT berfirman:
وَنَجَّيْنَاهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا لِلْعَالَمِينَ
Kami menyelamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 71).
Ibnu Katsir berkata, “Allah memberitahukan tentang Ibrahim yang diselamatkan dari api buatan kaumnya dan membebaskan dia dari mereka dengan berhijrah ke Negeri Syam, tanah yang disucikan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/310).
Rasulullah saw. juga memberikan banyak pujian pada negeri Syam. Di antaranya:
طُوبَى لِلشَّامِ فَقُلْنَا لِأَيٍّ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّ مَلَائِكَةَ الرَّحْمَنِ بَاسِطَةٌ أَجْنِحَتَهَا عَلَيْهَا
“Keberuntungan bagi penduduk Syam,” Kami bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena para malaikat membentangkan sayap-sayapnya kepada mereka (penduduk Syam).” (HR at-Tirmidzi).
Di Palestina juga terdapat Masjid al-Aqsha. Masjid ini merupakan kiblat pertama kaum Muslim dan tempat singgah perjalanan Isra Mi’raj. Wilayah di sekitarnya juga tempat yang Allah berkahi (Lihat: QS al-Isra’ [17]: 1).
Khusus terkait keutamaan Masjid al-Aqsha, Nabi saw. bersabda:
أَنَّ مَيْمُونَةَ مَوْلَاةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ أَرْضُ الْمَنْشَرِ وَالْمَحْشَرِ ائْتُوهُ فَصَلُّوا فِيهِ فَإِنَّ صَلَاةً فِيهِ كَأَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Sesungguhnya Maimunah, pembantu Nabi saw., pernah berkata, “Wahai Nabi Allah, berilah kami fatwa tentang Baitul Maqdis.” Rasulullah menjawab, “Bumi tempat bertebaran dan tempat berkumpul. Datangilah ia. Lalu shalatlah di dalamnya karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti seribu kali shalat di tempat lain.” (HR Ahmad).
Berdasarkan nas-nas ini, jelaslah tanah Palestina, Yerusalem dan al-Aqsha adalah bagian dari Islam dan kaum Muslim. Sungguh kebodohan dan kampanye busuk yang menyatakan kalau Palestina ataupun Yerusalem bukanlah bagian dari Islam dan umat tidak punya kepentingan di sana.
Fakta lainnya, Palestina adalah tanah air kaum Muslim dan telah berabad-abad menjadi bagian dari wilayah Islam. Kaum Muslim pun terikat dengan Palestina serta Yerusalem karena dua alasan:
Pertama, wilayah Yerusalem telah menjadi bagian dari negeri-negeri Islam dengan status sebagai tanah kharaj sejak era Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab ra. pada tahun 637 M. Setelah peperangan yang berkecamuk selama berbulan-bulan, akhirnya Uskup Yerusalem, Sophronius, menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab secara langsung.
Karena statusnya sebagai tanah kharaj, Palestina tidak boleh dimiliki oleh siapapun. Hanya boleh dimanfaatkan. Jika kaum Muslim saja tidak berhak memiliki tanah tersebut, apalagi kaum Zionis Yahudi.
Kedua, kaum Muslim terikat dengan kaum Nasrani Yerusalem untuk melindungi negeri tersebut lewat Perjanjian Umariyyah. Dalam perjanjian tersebut Khilafah berkewajiban memberikan jaminan kepada kaum Nasrani baik terkait harta, jiwa dan ibadah mereka.
Khilafah juga diminta untuk tidak mengizinkan orang-orang Yahudi tinggal bersama kaum Nasrani dan kaum Muslim di Yerusalem. Khalifah Umar kemudian menjamin tidak ada satu pun orang Yahudi yang lewat dan bermalam di wilayah tersebut.
Perjanjian Khalifah Umar dengan kaum Nasrani Yerusalem ini mengikat kaum Muslim hari ini bahkan hingga akhir zaman. Karena itu, selain berkewajiban merebut kembali tanah Palestina dari cengkeraman Zionis Israel, ada kewajiban untuk menepati perjanjian yang dibuat oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab untuk menjaga dan melindungi kaum Nasrani dan peribadatan mereka, serta tidak mengizinkan seorang Yahudi lewat dan bermalam di sana.
Dengan alasan inilah, haram hukumnya mengakui keberadaan negara Zionis di Palestina. Haram pula mengambil solusi dua negara yang diusulkan PBB dan negara-negara Barat. Semua itu hakikatnya sama dengan mengakui keberadaan negara agresor Zionis di tanah air kaum Muslim.
Wahai kaum Muslim:
Tidakkah Anda melihat bahwa hari ini derita Muslim Palestina terus terjadi? Bukankah Anda melihat bahwa penderitaan mereka tidak bisa dihilangkan hanya dengan mengirimkan bantuan logistik dan obat-obatan?
Pendudukan kaum Zionis atas Palestina bukan sekadar mengakibatkan kematian ratusan ribu warganya, tetapi juga menciptakan penderitaan yang terus-menerus yang dialami jutaan warga lainnya. Dengan demikian, masih bercokolnya kaum penjajah Zionis Israel inilah yang menjadi pangkal persoalan di tanah Palestina dan menyebabkan penderitaan kaum Muslim berkepanjangan.
Wahai anak-anak dan keturunan Shalahuddin al-Ayyubi:
Tidakkah Anda sadar atau pura-pura tidak tahu bahwa mengusir Israel tidak bisa dengan sekadar bantuan uang dan obat-obatan, apalagi hanya dengan retorika dan sidang-sidang yang berisi omong-kosong? Israel hanya bisa diusir dari tanah suci dengan mengerahkan pasukan militer. Bukankah Allah SWT telah berfirman:
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Wahai para perwira dan prajurit Muslim:
Tidakkah Anda mau menjadi kaum yang mengalahkan Israel sebagaimana janji Allah SWT:
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Jika datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami mendatangkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang perkasa. Lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Itulah ketetapan yang pasti terlaksana (TQS al-Isra’ [17]: 5). (*)
Discussion about this post