pranala.co – Selama Januari hingga Desember 2022, Pengadilan Agama (PA) Bontang mencatat ada 560 pasangan suami istri (pasutri) yang memilih tidak hidup bersama lagi alias bercerai.
413 perkara di antaranya terkategori cerai gugat atau cerai yang diajukan pihak perempuan (istri), dan 143 perkara kategori cerai talak atau cerai yang diajukan pihak laki-laki (suami).
Humas PA Bontang, Ahmad Farih Shofi Muhtar mengatakan, faktor terbesar perceraian tahun ini masih didominasi masalah ekonomi, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang mana sang suami sudah tidak memberikan nafkah lahiriah, atau suami memilih meninggalkan dan menelantarkan istrinya.
Persentase faktor ini mencapai 70 persen. Selebihnya lantaran faktor adanya pihak ketiga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), hingga menurunnya kemampuan suami dalam memberikan nafkah biologis alias lemah syahwat.
“Untuk faktor lemah syahwat ini ada peningkatan dari tahun sebelumnya,” sebut Farih kepada pranala.co saat ditemui, (27/12/2022).
Ditanya soal perceraian lantaran faktor penyimpangan seksual, Farih menyebut tahun ini nihil kasus alias tidak ada. Namun kasus itu pernah ada di tahun 2021 lalu, meskipun jumlahnya tak banyak.
PA sendiri, kata dia, selalu melakukan tahap mediasi terhadap pesutri yang ingin bercerai dengan tenggang waktu 30 hari masa kerja.
Harapannya keduanya dapat kembali membina bahtera rumah tangga dengan baik. Meskipun pada kenyataanya, hanya segelintir pesutri yang mau mencabut gugatan perceraiannya.
Farih pun menilai, ratusan kasus perceraian ini dapat dikategorikan tinggi. Sebab Bontang bukanlah tergolong kota dengan jumlah penduduk banyak. (*)
Discussion about this post