Pranala.co, BALIKPAPAN — Penyidik Polda Kalimantan Timur (Kaltim) membeberkan secara rinci dugaan korupsi pengadaan Mesin Rice Processing Unit (RPU) senilai Rp10,8 miliar di Dinas Ketahanan Pangan Kutai Timur. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berinisial GP, DJ, dan BR.
Ketiganya diduga terlibat sejak tahap perencanaan hingga pemeriksaan akhir pekerjaan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas, menjelaskan bahwa masing-masing tersangka memegang peran berbeda, tetapi saling berkaitan.
“GP selaku PPK, DJ sebagai PPTK, dan BR sebagai penyedia, seluruhnya berperan dalam rangkaian tindakan yang mengarah pada tindak pidana korupsi,” ujar Yugo, Rabu (3/12/2025).
Menurut Yugo, dugaan pelanggaran pertama dilakukan GP. Ia menunjuk penyedia secara tidak sah dan mengarah pada satu pihak tertentu. GP juga tidak menyusun spesifikasi teknis dengan benar.
“Dia tidak membuat spesifikasi yang mensyaratkan SNI, TKDN, BDN, garansi produksi, dan dokumen pendukung lainnya,” jelasnya.
GP juga tidak melakukan survei langsung saat menyusun dokumen persiapan pengadaan. Lebih fatal lagi, ia menerima dan menyatakan pekerjaan selesai 100 persen padahal barang masih berada di dalam peti dan belum pernah diuji coba.
Tersangka kedua, DJ, ikut menyokong proses pengadaan yang diduga tidak sesuai aturan.
“DJ membuat berita acara survei harga dengan bantuan pihak lain tanpa melakukan survei langsung ke PT S,” kata Yugo.
DJ juga menyiapkan dokumen persiapan pengadaan berdasarkan dukungan PT SIA. Ia bahkan membuat dokumen pembayaran yang menyatakan pekerjaan selesai, padahal faktanya belum.
Peran berikutnya dimainkan BR sebagai penyedia. Ia memberikan sampel dan spesifikasi kepada DJ untuk dicantumkan dalam RKA maupun DPPA perubahan.
“BR menyiapkan tautan e-katalog dan gambar barang sebagai lampiran dokumen pengadaan,” ujar Yugo.
Namun, barang yang dikirim justru tidak sesuai dengan lampiran tersebut.
Dalam penyidikan, polisi mengamankan sembilan telepon genggam, dua komputer, berbagai dokumen penting, serta uang tunai Rp7 miliar.
Pengadaan RPU dilakukan sejak Maret hingga Desember 2024 dengan pagu Rp25 miliar dan nilai kontrak Rp24,9 miliar. Dari hasil pemeriksaan, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10,8 miliar.
Saat pengecekan lapangan, mesin RPU yang dikirim belum terpasang dan belum bisa diuji coba. Lokasinya berada di kawasan Pertamina yang belum memiliki izin jaringan listrik sehingga hanya dapat dijalankan memakai genset.
Kelompok tani penerima bantuan pun mengaku heran. Mereka awalnya mengusulkan alat sederhana, tetapi justru mendapat instalasi berkapasitas pabrikasi 2–3 ton per jam.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 KUHP. Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.
“Proses pengembangan perkara masih berlangsung. Penyidik menelusuri aliran dana, aset para tersangka, dan potensi keterlibatan pihak lain,” tegas Yugo. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan mari bergabung di grup Whatsapp kami










