PRANALA.CO, Bontang – Dalam suasana yang sarat budaya dan penuh kehangatan, Sanggar Langen Budoyo Hop 1 Satimpo Bontang, bersama Paguyuban Magetan Bontang, menghadirkan pagelaran wayang kulit bertajuk “Sri Sadono” Sabtu (14/12/2024) malam. Perhelatan ini tidak hanya menjadi bagian dari peringatan Hari Wayang Nasional, tetapi juga sebuah upaya nyata dalam melestarikan warisan budaya bangsa.
Di panggung tersebut, Dalang Muda berbakat Ki Novan Anggara Restu Aji, warga asli Satimpo, membawa penonton masuk ke dalam dunia wayang kulit. Lakon “Sri Sadono” yang mengisahkan tentang kemakmuran dan kesuburan menjadi simbol harapan bagi Kota Bontang untuk terus sejahtera pasca-Pilkada. Penampilan Ki Novan yang penuh kreativitas dan keahlian berhasil memikat ratusan penonton yang hadir.
Tak hanya menjadi tontonan, acara ini juga menjadi ruang penghormatan terhadap seni budaya Indonesia. Ketua PEPADI Kaltim, Bopo Much Samsun, menyebut wayang kulit sebagai simbol identitas budaya yang harus terus “diuri-uri” atau dilestarikan.
“Wayang kulit sangat kaya akan seni dan filosofi hidup. Festival seperti ini penting untuk membangun cinta generasi muda terhadap budaya kita,” katanya.
Acara ini juga dihadiri Lurah Satimpo Maryono, Ketua Yayasan Vidatra LNG Badak Bopo Siswanta, serta para sesepuh dan budayawan Bontang. Dalam sambutannya, Maryono memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif pelestarian budaya ini.
“Wayang adalah pilar seni budaya bangsa yang sarat nilai moral. Kami mendukung penuh kegiatan seperti ini, dan berterima kasih kepada Sanggar Langen Budoyo, Yayasan Vidatra, dan PEPADI yang terus mendukung para budayawan untuk berkarya,” ungkapnya.
Dalam perjalanan melestarikan wayang, Sanggar Langen Budoyo tidak hanya berhenti pada pagelaran tradisional. Sebelumnya, mereka juga menggelar “Pekan Seni Satimpo” yang memperkenalkan Wayang Cinema dengan lakon “Rajapan Abimanyu”. Langkah ini membuktikan bahwa seni tradisional dapat terus relevan dengan inovasi kreatif.
Ketua Yayasan Vidatra LNG Badak, Bopo Siswanta, menegaskan komitmen untuk mendukung pelestarian budaya melalui fasilitas sanggar yang tersedia. “Kami ingin memastikan bahwa sanggar menjadi tempat yang produktif untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya lokal,” ujarnya.
Lakon “Sri Sadono” mengajarkan bahwa kemakmuran dan kesuburan hanya dapat diraih dengan kerja keras, kebijaksanaan, dan keharmonisan. Pesan ini seolah menjadi doa bersama bagi Kota Bontang agar terus menjadi kota yang aman, sejahtera, dan damai.
Di tengah gemuruh suara gamelan dan canda tawa penonton, pagelaran ini mengingatkan semua orang tentang pentingnya menjaga identitas budaya di era modern. Wayang kulit bukan sekadar seni, tetapi juga cerita, filosofi, dan warisan yang tak tergantikan. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post