PRANALA.CO, Tenggarong – Hingga kini sektor pertambangan minyak, gas dan batu bara masih menguasai pertumbuhan ekonomi di Benua Etam, Kalimantan Timur. Dominasi itu terlihat dari struktur produk domestik regional bruto (PDRB) catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim.
Kontribusinya bahkan mencapai 38,90 persen pada triwulan III 2020 ini. Sementara empat sektor lainnya harus berbagi. Mulai dari industri pengolahan 19,31 persen, konstruksi 10,11 persen dan pertanian, kehutanan dan perikanan 9,02.
“Fakta ini tak bisa dimungkiri,” ujar Bakri Hadi, ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kaltim, Selasa (10/11) sore.
Meski demikian, kata dia, bukan berarti Kaltim terus-terusan bergantung dengan sektor ekstraksi tersebut. Pasalnya Benua Etam ini kaya dengan sumber pemasukan. Sebut saja bidang kelautan, pertanian, pajak lalu lintas sungai hingga pariwisata. Khusus sektor perikanan dan kelautan misalnya, saat ini belum digarap maksimal.
Padahal sebenarnya potensi komoditi laut sangat bisa diandalkan. Data terakhir sehari Kaltim bisa hasilkan 70 ton per hari. Sayang, dengan potensi tangkapan sebesar tidak didukung dengan sarana industri yang memadai. Luas wilayah penangkapan di pantai seluas 12 juta hektare. Sektor perairan laut Kaltim ini memiliki potensi sumber daya ikan sebanyak 139.200 ton. Namun, baru dimanfaatkan sekitar 40,94 persen.
“Coba saja perhatikan lobster, ikan tuna, udang, kerapu, tambak, itu masih sangat sedikit disentuh pemerintah untuk dijadikan usaha,” imbuhnya.
Tak hanya itu, sektor pertanian di Kaltim sebut Bakri juga punya peluang besar. Data dua tahun terakhir Kaltim memproduksi 241,398 ton beras dengan luasan lahan panen 88,151 hektare atau ha. Dari 10 kabupaten/kota di Katim lahan paling luas berada di Kutai Kartanegara.
Di daerah ini ada 30,801 hektare tanah dengan produksi 148,358 ton padi. Kedua berada di Penajam Paser Utara (PPU), luasannya 11,230 ha dengan produksi 37,198 ton. Sayangnya, sektor pertanian ini belum mendapat tempat di hati muda-mudi Kaltim.
Namun, beberapa program, seperti menanam padi tanpa air, perlu dijadikan pemicu munculnya minat terhadap sektor pertanian. Potensi lain ialah aktivitas lalu lintas di wilayah Sungai Mahakam. Begitu banyak kapal-kapal lewat, baik itu domestik maupun dari luar negeri.
Maklum posisi Kaltim terletak di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II), melihat peluang dan potensi ini tentu begitu strategis untuk kemaritiman. Dan ini bisa dijadikan sumber pemasukan lain. Namun haraus ada regulasi jelas untuk mengatur hal tersebut.
“Kelautan, perikanan dan pertanian ini memang cukup menjanjikan,” imbuhnya.
Terakhir adalah pariwisata. Menurut Bakri ini merupakan hal yang menarik untuk diulas. Karena sektor tersebut merupakan jenis bisnis yang tak bisa ditinggalkan. Namun, gairah suatu tempat wisata memang perlu sentuhan dari investor, pemerintah, dan para pelaku usaha yang memang dirasa cocok untuk mengolah lokasi wisata di Kaltim.
“Semua sistem yang dirasa menunjang sektor pariwisata bisa dikembangkan. Ingat pasir pantai di Berau itu lebih enak dirasakan dibanding Bali loh,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Petanian dan Peternakan (Kadistanak) Kukar, Sutikno mengatakan saat ini ada 24.000 hektare lahan fungsional di Kukar, yakni 18.000 hektare lahan sawah dan 6.000 hektare ladang. Ia menjelaskan untuk lahan sawah petani bisa panen dua kali dalam setahun, sedangkan ladang petani hanya memanen satu kali setahun.
“Dua kali musim sudah 36.000 hektare, serta padi ladang sekitar 6.000 hektare, jadi rata-rata totalnya menjadi 42.000 hektare,” ujar Sutikno.
Dia menjelaskan petani mampu panen 4 hingga 5 ton per hektare. Jika dikalkulasikan dengan 42.000 lahan fungsional, petani di Kukar mampu menghasilkan lebih dari 200 ribu ton beras. Ia mengatakan kecamatan mayoritas penghasil petani di antaranya Tenggarong Seberang, Sebulu, dan Muara Kaman.
[red]
Discussion about this post