pranala.co – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merespons curhat Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor ke Komisi VII DPR dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM soal tambang batu bara ilegal hanyalah gimik untuk mencari perhatian.
“Jadinya paradoks kan. Pernyataan itu, bertolak belakang dengan realita. Sampai saat ini tidak ada keseriusan Pemprov Kaltim untuk mengatasi persoalan tersebut,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang
Menurutnya curhat Gubernur Isran menolak UU Minerba 2020 itu memang wajib dipertanyakan. Sebab, sebagai kepala daerah sudah semestinya Isran ikut menolak sejak awal beleid tersebut, bukannya setelah disahkan kemudian curhat. Apalagi saat kewenangan soal tambang dari daerah ditarik ke pusat.
“Perlu diingat, tanpa ditarik ke pusat sekalipun, illegal mining itu perlu ditindak. Tak ada aturan khusus, karena memang (praktik curang) ini tidak ada ruangnya,” imbuhnya.
Menurut Rupang, tak ada keseriusan dalam pendapat yang diberikan Isran Noor di hadapan para legislator dan Kementerian ESDM.
Ia bahkan menantang Isran ikut komando melakukan uji materi atas UU Minerba ke MK. Dengan demikian gerakan masyarakat sipil atau aktivisi lingkungan tak sendirian.
“Kalau enggak setuju, ya gugat lah. Tapi, saya melihat tidak ada kesungguhan. Jangan undang-undang itu di pusat,” imbuhnya lagi.
Rupang menilai, Pemprov Kaltim sebetulnya memiliki kekuatan pula yakni terkait persoalan infrastruktur yang rusak akibat tambang batu bara. Ia mengatakan Pemprov bisa menindak dengan Perda Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batu bara dan Kelapa Sawit.
Dalam pasal 6 ayat 1 sudah disebutkan, setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum.
“Dasar hukum perda itu kuat. Masalahnya, pelaksanaan aturan tersebut hampir tak ada. DPRD sebagai kontrol pengawasan bisa mempertanyakan gubernur lewat hak angket atau interpelasi,” sebut Rupang.
Persoalan lainnya, kata dia, hingga kini petaka akibat lubang tambang belum tuntas. Sudah 40 nyawa melayang. Perkara tersebut sudah berlangsung sejak 2011 hingga 2021. Dalam catatan Jatam hingga kini ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara yang menganga di Kaltim. Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Bumi Mulawarman.
“Selama jadi gubernur sudah berapa banyak laporan (nyawa hilang di lubang tambang) yang ditangani oleh kepolisian tuntas hingga ke meja hijau. Semestinya itu bisa didesak ke polda,” katanya.
Curhatan Gubernur Isran ke DPR
Persoalan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) sudah menjadi momok. Gubernur Kaltim Isran Noor pun mengadu ke Komisi VII DPR dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM mengenai masalah tersebut pada Senin, 11 April.
“Maraknya tambang ilegal sebabkan rusaknya lingkungan dan infrastruktur (di Kaltim),” ujar Isran dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung Nusantara I DPR RI seperti dilansir dari rilis, Selasa (12/4).
Isran mengklaim forum itu ia manfaatkan untuk menyampaikan keluh kesah dan kegelisahan masyarakat Kaltim akibat maraknya tambang ilegal. Terlebih lagi, sambung dia, dana bagi hasil yang kembali ke Kaltim pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan akibat tambang ilegal.
“Hampir semua jalan negara, provinsi dan kabupaten kota rusak (karena tambang ilegal). Kurang lebih seperti ombak lautan Pasifik,” kata mantan Bupati Kutai Timur tersebut.
Isran kemudian menyebut menjamurnya pertambangan ilegal itu justru datang setelah adanya UU No 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Kemajuan tambang ilegal UU Minerba 2020 ini sangat luar biasa. Belum ada izin saja sudah ditambang. Pertanyaan saya, kenapa UU ini dibuat?” sindir Isran.
Ia mengaku semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat, sehingga pemerintah daerah tak mendapat ruang bahkan untuk pengawasan.
“Semestinya pengawasan harus terintegrasi. Provinsi diberi kewenangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. DPR harus memikirkan itu,” kata Isran.
Dia menambahkan, dulu sewaktu masih menjadi bupati di Kutai Timur semua persoalan tambang galian C diserahkan kepada camat agar semua bisa terkontrol dengan baik.
“DPR mestinya memikirkan aturan, agar negara tidak dirugikan dan masyarakat juga dapat manfaat dari pengelolaan tambang ini,” kata dia.
Sebagai informasi, persoalan tambang di Benua Etam ini bukan ihwal baru. Menukil data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim menyebutkan total luas izin tambang mencapai 5.137.875,22 hektare atau sama dengan 40,39 persen daratan provinsi ini.
Masifnya izin tambang di Kaltim ini juga mengakibatkan persoalan lain seperti lubang bekas tambang.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga di Kaltim. Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Bahkan gegara itu pula 40 nyawa melayang. Masih dari Jatam, kasus itu sudah berlangsung sejak 2011 hingga 2021.
(red/id)
Discussion about this post