Pranala.co, BONTANG — Pemerintah Kota Bontang memastikan program belanja wajib (mandatory spending) tetap berjalan meski Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 mengalami penurunan cukup besar.
APBD yang awalnya diproyeksikan menyentuh Rp2,1 triliun akhirnya disahkan hanya Rp1,9 triliun. Pemangkasan ini tak terhindarkan. Namun, Pemkot menegaskan komponen belanja yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas tidak akan tersentuh.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengatakan pemerintah tetap memegang aturan. Belanja yang menyangkut kepentingan publik tidak boleh terganggu.
“TPP tetap kami pertahankan. Kasihan kalau dipotong karena akan memengaruhi daya beli. Apalagi pertumbuhan ekonomi sedang menurun,” ujar Neni, Senin (1/12/2025).
Neni menjelaskan sektor pendidikan menjadi salah satu belanja wajib yang harus dipenuhi. Aturannya jelas, minimal 20 persen dari total APBD. Dengan nilai APBD Rp1,9 triliun, alokasi itu setara dengan lebih dari Rp300 miliar.
Namun, ia menekankan bahwa hitungan 20 persen bukan hanya berasal dari APBD murni. Anggaran pendidikan juga diperkuat dana transfer seperti bantuan keuangan (Bankeu) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Jika dihitung bersama Bankeu, anggaran pendidikan seharusnya mencapai sekitar Rp420 miliar dari total Rp2,1 triliun,” jelasnya.
Belanja wajib untuk infrastruktur juga tetap dipertahankan pada porsi 40 persen. Meski nominalnya mengecil akibat turunnya APBD, proporsi anggaran tidak berubah.
“Infrastruktur itu bukan hanya pekerjaan umum. Di pendidikan ada infrastruktur, di kelurahan juga ada. Nanti bisa dilihat terkumpul dari SPPD masing-masing OPD,” katanya.
Neni berharap penyesuaian anggaran ini tidak mengganggu target pembangunan Kota Bontang pada 2026. Pemerintah, kata dia, akan mengutamakan program prioritas yang langsung dirasakan masyarakat.
“Pemerintah akan fokus menjaga prioritas pembangunan sambil menyesuaikan kemampuan keuangan daerah,” tegasnya. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan mari bergabung di grup Whatsapp kami










