pranala.co – Gangubai Kothewali terkenal sebagai aktivis yang memperjuangkan legalitas pekerja seks komersial (PSK) di India pada 1960-an. Gangubai bukan biarawati seperti Bunda Teresa, atau pemuka agama seperti Mahatma Gandhi, namun hal tersebut justru membuat dirinya memiliki tekad dan motivasi yang lebih tulus.
Berasal dari keluarga yang cukup bermartabat, Gangu memiliki mimpi sebagai bintang film di Mumbai. Namun, kenaifannya telah mengubah takdirnya ke jalan yang kelam di Kamathipura. Meski berakhir diasingkan dan harus bekerja sebagai PSK, Gangu dengan kepribadiannya yang kuat berhasil mengubah nasib buruknya menjadi berkat bagi ribuan perempuan di Kamathipura.
“Gangubai Kathiawadi” merupakan film dramatisir biografi Gangubai Harjeevandas. Mulai dari awal kisahnya terjerumus ke Kamathipura, hingga menemukan batu loncatan demi batu loncatan untuk mengembalikan harga dirinya dan segenap perempuan yang memiliki nasib serupa dengannya di India.
Panorama Kamathipura dan Estetika India yang Menyemarakan Visual
Mengungkit topik yang sensitif dan mampu memicu trauma, “Gangubai Kathiawadi” merupakan film yang mengutamakan estetika dalam produksinya. Membuat film dengan pesan penting dan berdampak ini bisa ditonton oleh segmentasi penonton yang lebih luas.
Film ini menampilkan panorama Kamathipura, Mumbai pada tahun 1960-an yang semarak dan indah. Bukan untuk meromantisasi kawasan pelacuran bagai lokasi wisata yang indah. Pilihan estetika dan produksi yang maksimal ini merupakan unsur seni yang hendak diaplikasikan dalam film Bollywood yang terkenal dengan visualnya yang semarak.
Mulai dari penampakan Kamathipura dengan lampu remang dan deretan wanita bersari yang menawan di “hari kerja”, hingga semarak Hari Raya yang lebih mempesona di satu adegan. Tim produksi latar memberikan usaha maksimal untuk visual yang immersive pada adegan-adegan kolosal dalam film ini.
Sebagai film India, “Gangubai Kathiawadi” juga memiliki adegan nyanyian dan tarian. Namun aplikasinya tepat dan benar-benar esensial untuk menimbulkan emosi tertentu dalam adegan. Intensitasnya juga tidak banyak dan tidak terlalu cringe bagi kita yang mungkin tidak terbiasa menonton drama Bollywood.
Sepak Terjang Gangubai Kothewali dalam Narasi yang Menggugah
Naskah “Gangubai Kathiawadi” ditulis oleh Sanjay Leela Bhansali yang juga bertindak sebagai sutradara. Bersama Utkarshini Vashishtha, mereka mengandaptasi naskah dari buku “Mafia Queens of Mumbai” oleh S. Hussain Zaidi.
Meski mengangkat tema dunia prostitusi dan eksploitasi seksual pada perempuan, film drama ini sama sekali tidak memuat adegan vulgar dan konten nudity yang seringkali kita temukan dalam film dengan topik serupa. Dimana keputusan tersebut membuat film menjadi lebih nyaman untuk ditonton dan fokus pada pesan sesungguhnya.
Secara keseluruhan, plot bisa kita bagi menjadi tiga babak; awal mula Gangubai di Kamathipura, kelapangan hati menerima takdir yang kejam, hingga akhirnya Gangubai meraih kejayaan.
Perkembangan karakter Gangubai dari gadis polos menjadi PSK dengan kepribadian kuat merupakan babak yang terlalu cepat. Namun tampaknya naskah yang ditulis ingin lebih memberi banyak perhatian pada sepak terjang tokoh utama yang berani dan kontroversial.
Dalam penulisan karakter fiksi, ketangguhan Gangubai mungkin patut dipertanyakan. Namun, karena ini naskah biografi dari kisah nyata, sudah terbukti bagaimana tokoh utama bisa bertahan melalui tekanan berat dalam proses pengembangan kepribadiannya.
Hanya sedikit porsi flashback pada babak pertama, selanjutnya naskah memiliki plot kronologis maju yang sangat muda untuk disimak. Dengan berbagai porsi presentasi momen-momen krusial dalam karir Gangubai Kothewali. Seorang PSK yang tak malu mengakui profesinya, karena Ia yakin Ia memiliki visi yang lebih baik untuk masa depan Kamathipura.
Topik Kontroversial dengan Nilai Positif dan Tragedi yang Seimbang
Legalitas pada aktivitas prostitusi merupakan topik yang kontroversial. Tak hanya di India, negara kita juga memiliki situasi yang tak jauh berbeda jika sudah menyinggung topik ini. Di India sendiri kemurnian seorang gadis menjadi sesuatu yang dijunjung tinggi oleh masing-masing keluarga.
Ketika seorang gadis sudah terlanjur diculik dan dinodai, besar kemungkinan keluarga tak akan mengakui mereka lagi. Perempuan dalam situasi ini adalah korban, namun dihakimi tak jauh berbeda seperti kriminal. Setidaknya begitulah realita yang terjadi di Kamathipura.
Keputusan yang bijak dari sutradara Sanjay untuk memberi judul film ini dengan nama tokoh utama, dan bukan sebutan seperti ‘Mafia Queen’ seperti pada bukunya. ‘Mafia Queen’ jelas terdengar lebih keren dan komersial sebagai film dengan genre drama kriminal. Namun film ini bukan tentang merayakan karakteristik Gangubai yang badass, judul tersebut juga bisa menjadi branding yang misleading pada tokoh utama.
Tak lebih dari kisah perempuan sebagai korban yang bangkit dari kemalangan, Gangubai adalah perempuan yang memiliki harga diri, meski dengan nasib buruk maupun nasib baik.
Selain kemenangan demi kemenangan yang Ia peroleh, kita juga akan melihat banyak hal personal yang Ia korbankan demi mengubah nasib banyak orang. Kisah dengan topik kontroversial ini tak semata-mata berpihak pada prostitusi, namun bagaimana sistem kehidupan yang secara keseluruhan telah membusuk membutuhkan cara berani demi perubahan.
Meskipun dengan cara yang terlihat bertentangan dengan nilai moral. “Gangubai Kathiawadi” merupakan film India terbaik di Netflix untuk periode ini yang sayang untuk dilewatkan. (cul)
Discussion about this post