KEJARI Samarinda menahan dua pegawai PPAT berinisial A dan MS. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Pemkot Samarinda.
“Kedua tersangka, Pegawai PPAT dilakukan penahanan tingkat penuntutan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II Samarinda terhitung sejak tanggal 17 Mei sampai 5 Juni 2023,” ujar Kepala Kejari Samarinda, Firmansyah Subhan, Rabu (17/5/2023) malam.
Dia mengatakan, penahanan dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Pidsus Kejari Samarinda. Kedua tersangka merupakan karyawan Kantor PPAT Dedek Yuliona, S.H., M.Kn. Sebelumnya, pada Rabu siang, penyidik Unit Tipidter Reskrim Polresta Samarinda melimpahkan perkara tahap II atas nama tersangka A dan MS beserta barang bukti ke Kejari Samarinda.
Pelimpahan dua tersangka dan barang bukti dilakukan setelah JPU menyatakan berkas perkara tersebut lengkap atau P-21 pada Senin (3/4/2023). Selanjutnya, jaksa penuntut umum akan menyiapkan surat dan administrasi penuntutan, kemudian melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda untuk diperiksa dan diadili pada tahap persidangan.
Firmansyah mengatakan, penahanan kedua tersangka dilakukan untuk mempercepat proses penuntutan perkara dimaksud, termasuk berdasarkan ketentuan Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) KUHAP, karena keduanya dikhawatirkan melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
Dalam perkara ini, kedua tersangka didakwa melakukan tindak pidana korupsi pembayaran BPHTB di Pemkot Samarinda yang dilaksanakan oleh Kantor PPAT Dedek Yuliona pada 2015 hingga 2018 yang tidak disetorkan ke kas daerah.
Perbuatan ini mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp1,08 miliar berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Timur.
“Dalam perkara ini perbuatan para terdakwa disangka melanggar Primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP,” katanya.
Kemudian subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (*)
Discussion about this post