NETRALITAS Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Tenaga Kontrak Daerah (TKD) di Kota Bontang, Kalimantan Timur menjelang penyelenggaraan Pilkada 2020 di Desember menjadi ancaman tersendiri.
Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) wajib netral atau tidak berpihak kepada siapa pun terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020 mendatang. ASN dilarang terlibat konflik kepentingan dan politik praktis.
Hal ini pun dipertegas lewat surat edaran yang dikeluarkan Pemkot Bontang per 2 Juni 2020. Surat bernomor 800/779/BKPSDM.03 itu ditandatangani langsung Sekretaris Kota Bontang, Aji Erlinawati.
Sekkot Bontang, Aji Erlinawati, mengatakan para ASN harus menyadari bahwa netralitas merupakan kebijakan reformasi birokrasi yang harus dilaksanakan saat ini. Dia meminta PNS bekerja berdasar azas netralitas dengan tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Azas netralitas ini juga berlaku bagi TKD di lingkungan Pemkot Bontang. Mengingat penggaran TKD masuk dalam APBD Bontang,” tegas isi surat edaran itu.
Lanjut Aji, untuk pengawasan dan pembinaan ASN dan TKD menjadi masing-masing tanggung jawab kepala perangkat daerah dan atasan langsung. Jika terbukti melanggar aturan itu, sanksi pun siap menanti.
Soal sanksi. ada dua sanksi yang akan dijatuhkan yakni hukuman disiplin tingkat sedang dan hukuman disiplin tingkat berat. Hukuman disiplin tingkat sedang yakni berupa penundaan gaji secara berkala selama satu tahun, penundaan pangkat selama satu tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Hukuman akan diberikan jika PNS memberikan dukungan dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye atau memberikan barang dalam lingkungan unit kerja, anggota keluarga dan masyarakat.
Sedangkan hukuman disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Hukuman disiplin berat akan diberikan jika PNS memberikan dukungan dengan cara menggunakan fasilitas negara, memberikan dukungan dengan cara membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.
“Jika berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS atas pelanggaran netralitas ASN bisa dijatuhkan sanksi administratif atau sanksi pidana,” katanya.
“Termasuk TKD, akan disanksi sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati,” sambung Aji.
Dia pun mengimbau agar setiap pegawai ASN dan TKD mampu membangun kesadaran, kemauan dan tanggung jawab, berkenaan dengan etika dan perilaku imparsialitas, yaitu tidak berpihak, bebas dari konflik kepentingan, serta bebas dari pragmatisme politik.
”Semoga terwujud ASN yang netral, bebas intervensi politik, bebas konflik kepentingan, profesional dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat,” ujar Aji.
KPK dan KASN Siap Awasi ASN
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) siap mengawasi Aparatur Sipil Negara yang tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di 270 daerah.
Sebagai mitra strategis KASN dalam Sekretariat Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK), KPK menyatakan komitmen untuk memberikan atensi terhadap daerah yang memiliki kecenderungan pelanggaran netralitas yang tinggi dalam Pilkada, untuk mendukung upaya penegakan netralitas ASN.
“Stranas PK akan terus mendukung dan bekerja sama dengan KASN dan Bawaslu untuk menegakkan sanksi bagi pegawai ASN yang melanggar netralitas Pilkada Serentak 2020. Pemimpin Daerah yang terpilih secara jujur cenderung akan lebih bebas korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Gufron dalam kampanye Gerakan Nasional Netralitas ASN dengan tema “ASN Netral, Birokrasi Kuat dan Mandiri” yang berlangsung secara virtual, Selasa (30/6).
Dalam acara tersebut disepakati bahwa penting untuk menjatuhkan sanksi kepada Kepala Daerah yang kurang patuh. Sebab, selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Daerah, Kepala Daerah harus berperilaku sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua KASN Agus Pramusinto mengemukakan bahwa netralitas ASN dalam dimensi politik merupakan etika dan perilaku yang wajib dipegang teguh sebagai penyelenggara negara.
Kata dia, berbagai pelanggaran terhadap asas netralitas akan menjadi pintu masuk munculnya berbagai distorsi dan pelanggaran hukum lainnya, seperti perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kualitas pelayanan publik yang rendah, serta perumusan dan eksekusi kebijakan yang mencederai kepentingan publik.
KASN sebagai lembaga yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan netralitas ASN sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, sejauh ini terus aktif melakukan upaya pencegahan dan penindakan terhadap ASN yang melanggar netralitas dalam Pilkada.
Dalam hal pencegahan, sinergitas KASN dengan kementerian/Lembaga seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), KPK, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terus diperkuat.
Kolaborasi antar-kementerian dan lembaga tersebut, didorong oleh fakta-fakta masih terdapat pelanggaran netralitas yang dilakukan 369 pegawai ASN..Data yang menonjol adalah sejumlah 33 persen pelanggaran netralitas ASN dilakukan oleh ASN yang memangku jabatan pimpinan tinggi (JPT).
“Sangat disayangkan para Kepala Daerah belum semua patuh memberi sanksi kepada pegawai ASN yang melanggar netralitas,” ujar Ketua KASN.
Berturut-turut selanjutnya adalah jabatan fungsional (17 persen), jabatan administrator (13 persen), jabatan pelaksana (12 persen) dan jabatan kepala wilayah yaitu lurah dan camat (7 persen).
Sementara, 10 besar pelanggaran netralitas oleh Instansi Pemerintah berturut-turut adalah: 1. Kab. Sukoharjo 2. Kab. Purbalingga 3. Kab. Wakatobi 4. Kab. Sumbawa 5. Kota Banjarbaru 6. Kab. Muna Barat, 7. Provinsi Nusa Tenggara Barat, 8. Kab. Banggai, 9. Kab. Dompu dan 10. Kab. Muna.
Sebanyak 283 orang ASN yang terbukti melakukan pelanggaran, telah mendapat rekomendasi penjatuhan hukuman, dan baru 99 orang atau 34,9 persen yang mendapat sanksi dari Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) setempat. (*)
Discussion about this post