BONTANG, pranala.co – Berikut adalah 10 fakta mengerikan krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka, yang dilansir pranala.co dari laman Times of India.
Krisis ekonomi sedang dihadapi Sri Lanka. Ini merupakan krisis ekonomi terburuk yang pernah mereka alami sejak kemerdekaannya pada tahun 1948.
Berawal dari pandemi Covid-19 menghantam perekonomiannya yang bergantung pada sektor pariwisata. Hingga kini terjadi kenaikan harga minyak serta pemotongan pajak di bawah pemerintahan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, Mahinda, yang secara tiba-tiba mengundurkan diri sebagai perdana menteri pekan lalu.
Kekurangan hampir segala sesuatu mulai dari makanan, obat-obatan hingga gas untuk memasak telah mengakibatkan keresahan sosial dan gejolak politik. Berikut adalah 10 fakta mengerikan krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka, yang dilansir pranala.co dari laman Times of India.
1. Ekonomi makro utama turun
Sebelumnya, Sri Lanka merupakan model untuk ekonomi pasar berkembang dan tumbuh pada tingkat rata-rata 6,2 persen antara tahun 2010 hingga 2016, menurut Bank Dunia.
Tiga tahun berikutnya,angka tersebut turun menjadi 3,1 persen. Sekarang, negara ini sedang menghadapi defisit fiskal sebesar 13 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Selain itu, kekurangan devisa kronis telah menyebabkan inflasi yang merajalela, dengan semua harga melonjak hampir 30 persen. Bahkan harga pangan pun ikut meroket hingga 46,6 persen dari tahun ke tahun.
Bank sentral Sri Lanka dikabarkan akan mengadakan pertemuan untuk membahas suku bunga pada hari Kamis. Kemungkinan mereka akan menaikkan suku bunga untuk keempat kalinya secara berturut-turut pada tahun ini.
2. Tidak ada bensin dan terjadi pemadaman listrik
Saat ini Sri Lanka tidak memiliki dolar untuk membayar pengiriman bensin. Menteri Tenaga dan Energi, Kanchana Wijesekera meminta masyarakat untuk berhenti mengantri pembelian bensin selama dua hari ke depan.
Di Kolombo, ibu kota Sri Lanka, tidak ada stok bensin sama sekali yang tersedia di sebagian besar SPBU pada hari Rabu. Antrean panjang becak, moda transportasi paling populer di kota tersebut, dan kendaraan lain menunggu pasokan di depan SPBU.
Selain itu, pemadaman listrik juga berlangsung hingga 15 jam sehari akibat kurangnya bahan bakar, yang sebagian besar diimpor.
3. Mata uang jatuh 33 persen terhadap dolar AS
Rupee Sri Lanka terdepresiasi terhadap dolar AS sebesar 33 persen sepanjang tahun ini. Mengingat pergerakan nilai tukar mata uang silang, rupee Sri Lanka terdepresiasi terhadap rupee India sebesar 31,6 persen, euro sebesar 31,5 persen, pound sterling sebesar 31,1 persen dan yen Jepang sebesar 28,7 persen selama periode ini.
Bank Sentral Sri Lanka, dengan segera, menetapkan batas nilai tukar 230 rupee per dolar dibandingkan dengan batas 200-203 yang berlaku sejak Oktober.
4. US$7 miliar pinjaman luar negeri jatuh tempo
Negara yang hampir bangkrut ini telah menangguhkan pembayaran sekitar US$7 miliar pinjaman luar negeri yang jatuh tempo tahun ini dari total US$25 miliar yang dijanjikan akan dilunasi pada tahun 2026.
Sri Lanka diketahui memiliki total utang sebesar US$51 miliar. Menteri keuangan mengatakan Sri Lanka saat ini hanya memiliki US$25 juta dalam cadangan devisa yang dapat digunakan.
5. Defisit anggaran 13 persen
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan dia terpaksa akan menaikkan harga energi dan menyusun rencana anggaran baru. Nantinya akan meningkatkan kenaikan pajak karena pemerintah sedang berupaya mengatasi defisit anggaran 13 persen pada tahun ini.
6. Membutuhkan US$75 juta
Dana itu untuk menjaga perekonomian tetap berjalan. Cadangan devisa mendekati nol dari total US$7,5 miliar pada November 2019. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi, negara membutuhkan setidaknya US$75 juta dalam beberapa hari ke depan untuk menjaga perekonomian tetap berjalan.
Wickremesinghe mengatakan dia berencana untuk meminta bantuan negara lain.
7. Kerugian Sri Lanka Airlines
Ranil Wickremesinghe telah mengusulkan untuk memprivatisasi maskapai nasional SriLankan Airlnes sebagai bagian dari rencananya untuk membantu mengatasi krisis ekonomi dan politik yang melumpuhkan negara yang dililit utang itu.
“Bahkan jika kita memprivatisasi itu, kita harus menanggung kerugiannya,” katanya.
8. Terima pembiayaan US$160 juta dari Bank Dunia
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan negara itu telah mendapatkan $160 juta dalam pembiayaan jembatan dari Bank Dunia, tetapi tidak jelas apakah dana tersebut dapat digunakan untuk pembelian bahan bakar.
“Kami sedang mengkaji apakah dana ini dapat digunakan untuk impor bahan bakar. Statistik sudah kacau. Tetapi kenyataannya kami bahkan tidak memiliki sebesar US$1 juta pun,” kata Wickremesinghe kepada parlemen negara Sri Lanka.
9. India memperpanjang batas kredit sebesar US$200 juta
India memperpanjang batas kreditnya saat ini dengan tambahan US$200 juta untuk mengisi kembali stok bahan bakar Sri Lanka yang menipis dengan cepat.
“India telah memberikan tambahan $200 juta yang akan digunakan untuk 4 pengiriman lagi (pada Mei). Selain itu kami juga sedang berdiskusi dengan India untuk kredit US$500 juta lagi, tapi ini belum final,” kata Menteri Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera.
10. Emas menjadi pilihan terakhir
Penjualan emas di Sri Lanka meningkat sebanyak 20 persen pada tahun ini. Hal tersebut tentu disebabkan karena masyarakat yang sangat tertekan oleh krisis ekonomi hingga menjual perhiasan mereka untuk mengumpulkan dana. Masyarakat Sri Lanka sudah menjual sekitar 7 ton emas pada tahun 2021. (re/das)
Discussion about this post