pranala.co – Senyum sumringah terpancar dari wajah Sumiati kala disambangi pranala.co, di kediamannya Jalan WR Supratman, Kelurahan Berebas Tengah, Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (23/9/2022).
Sejak kemarin senyuman perempuan berusia 40 tahun itu sudah terpancar. Musababnya, rumah tempat dia berteduh berukuran 10×8 meter diresmikan sebagai penerima program bedah rumah oleh Badak LNG.
Sumiati berkisah. Dahulu, ia hidup bersama suaminya satu atap dengan mertua. Dalam sepetak kebun yang masih milik orangtua suami. Hampir lima tahun lamanya, berkehidupan seperti itu.
Membuat Sumiati memutuskan menetap di pusat Kota Bontang. Memilih mandiri dari mertua. Pasalnya, bila terus begitu, anaknya yang saat itu sudah berusia lima tahun tidak akan bisa bersekolah.
Meski, setelah hidup di hiruk pikuk kota industri, ia tetap berpindah-pindah. Ngontrak ke sana-kemari mencari hunian yang cocok dengan isi dompet.
“2012 saya sudah menetap di Bontang, waktu itu anak saya masuk SD,” ungkap Sumiati, kepada pranala.co, Jumat (23/9/2022).
Hidup di bawah garis kemiskinan, memaksa ibu empat anak ini harus memutar otak bersama suami. Menjaga agar dapur tetap ngebul. Mulai dari kerja jadi nelayan, sampai bertani pun dilakoni.
Hingga akhirnya usaha itu membuahkan hasil. Meski masih mengontrak, dia dan sumai sepakat beli motor. Kendaraan roda du aitu diharapkan mempermudah urusan sehari-harinya.
Suami Kecelakaan Berakibat Lumpuh
Nahasnya, enam tahun lalu suaminya kecelakaan. Kala itu pria yang dicintainya itu melaju dengan motor hasil usaha itu. Mulai dari kejadian itu, suaminya menderita kelumpuhan hingga sekarang.
Motor pun dilego. Laku sekira Rp 2 juta. Uang itu dipakai buat tambahan beli rumah milik juragan ikan di Berebas Tengah. Harganya Rp 15 juta, yang kini ditempati hingga sekarang.
“Uang itu yang saya pakai buat beli rumah ini. Alhamdulillah, ini sudah rumah sendiri,” kenangnya penuh haru.
Hidup Tanpa Suami
Pada awal 2022 ini, nasib malang menimpa keluarga Sumiati. Suaminya yang lumpuh sekira enam tahunan, harus menghembuskan nafas terakhir.
Sumiati pun harus berjuang menghidupi anak-anaknya, dengan penghasilan hanya Rp 700 ribu-an setiap bulan. Cuan itu didapat dari keringatnya sebagai buruh pembuat ketupat dan anaknya sebagai buruh pikul di sebuah toko di Bontang.
“Anak saya enam. Paling besar sudah 20 tahun, kerjanya ngampas di toko,” terang perempuan yang alami stroke ringan tersebut.
Beberapa bulan lalu, ia mengaku tak menyangka dirinya dipilih Badak LNG sebagai penerima manfaat, untuk renovasi rumah yang kayunya sudah lapuk dimakan rayap.
Tak banyak yang bisa dia ungkapkan, kala ditanya soal perasaannya saat ini. Namun yang jelas, dirinya berterima kasih atas kepedulian perusahaan dan pemerintah yang dirasa masih berpihak kepada warga miskin.
“Terima kasih, saya tidak menyangka juga bisa dapatkan bantuan yang besar seperti ini,” ujarnya sembari menyeka air mata. (*)
Discussion about this post