PRANALA.CO, Balikpapan – Pemerintah Kota Balikpapan berencana mengusulkan Peraturan Daerah tentang Penanganan COVID-19, demi memperkuat landasan hukum penerapan protokol kesehatan.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi berujar usulan Perda COVID-19 tersebut akan diusulkan kepada Gubernur Kaltim, Isran Noor sebagai dasar bagi daerah dalam melakukan upaya penertiban penerapan protokol kesehatan.
“Kalau provinsi bisa membuat Perda maka di daerah tidak perlu lagi membuat Perda terkait protokol kesehatan, sehingga di daerah tinggal menindaklanjuti dari perda yang sudah ditetapkan,” katanya usai diwawancarai wartawan di Kantor Wali Kota Balikpapan, Jumat (25/9).
Usulan pembuatan Perda ini, menurut Rizal, akan disampaikan untuk menindaklanjuti kebijakan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang sudah resmi mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.
Berdasarkan salinan yang diterimanya, sebagian besar aturan yang dimuat dalam Pergub tersebut hampir sama dengan Perwali COVID-19 yang sudah diterapkan di Kota Balikpapan. Diantaranya menyangkut sanksi denda dan aturan penerapan protokol kesehatan.
Diakui, hal ini memang belum disampaikan ke provinsi, tapi akan segera disampaikan ke provinsi secepatnya. “Memang kemarin Pemerintah Provinsi juga sudah mengeluarkan Peraturan Gubernur terkait penanganan protokol kesehatan yang isinya hampir sama diantaranya soal sanksi denda bagi pelanggar tidak menggunakan masker yakni Rp100 ribu,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa dirinya akan segera berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi agar Pergub yang sudah diterbitkan dapat dijadikan Perda, sehingga dapat menjadi acuan bagi daerah dalam menyusun aturan hukum dalam proses penanganan protokol kesehatan.
“Kalau nanti ada Perda yang dibuat oleh Provinsi, maka kami yang di daerah ini hanya menindaklanjuti dengan membuatkan Perwali nya saja,” urainya.
Rizal mengakui pembuatan Perda terkait penanganan COVID-19, memang sangat penting sebagai dasar hukum bagi daerah dalam menindak pelaku pelanggaran protokol kesehatan. Namun apabila dibuatkan, maka proses penanganan terhadap pelaku pelanggaran protokol kesehatan akan berbeda dengan yang dilakukan saat ini. Karena pelanggaran yang dilakukan dikategorikan sebagai tindak pidana ringan (Tipiring).
Sebab, dalam proses penanganan terhadap pelaku pelanggaran protokol kesehatan, harus dilakukan melalui proses persidangan. “Memang kalau perda juga itu nanti di lapangannya sedikit ribet, karena ada sidang tipiring, jadi tidak bisa seperti sekarang ini,” ujarnya.
Menurut Rizal, apabila Perda tersebut diterbitkan, maka proses hukum atau sanksi yang diterapkan di setiap daerah akan sama termasuk besaran denda yang akan dikenakan kepada pelaku pelanggaran protokol kesehatan COVID-19.
Jika ada Perda itu, menurut Rizal, maka penindakannya bisa lebih jelas, dan nanti ketika dibuatkan Perda dari Provinsi maka akan dilakukan penyeragaman terkait sanksi yang akan diterapkan kepada pelaku pelanggaran protokol kesehatan.
“Saya kira itu tidak masalah, karena memang sanksi yang diberikan oleh masing-masing daerah itu hampir sama saja,” pungkasnya. (*idn)
Discussion about this post