SEKIRA 1.000 lebih karyawan PT Gunta Samba Jaya Indogunta Group melakukan aksi mogok kerja sejak 26 Mei lalu. Aksi ini dipicu belum tuntasnya pembayaran tunjangan hari raya (THR), serta pembayaran denda keterlambatan gaji di Maret dan April 2020.
Sekretaris Federasi Kehutanan Industri Umum Pertanian Perkayuan dan Perkebunan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FHUKATAN-KSBSI) PT Gunta Samba Jaya Indogunta Group, Takwin menjelaskan aksi mogok kerja ini bentuk protes kepada pihak perusahaan yang dinilai tidak menjalankan kesepakatan bersama terkait pembayaran denda keterlambatan gaji. Termasuk tunjangan hari raya (THR) yang baru dibayarkan 50 persen.
Ada empat tuntutan aksi para buruh ini. Diantaranya, segera bayar 50 persen kekurangan THR beserta denda 5 persen dari keterlamatan pembayaran. Mereka juga menuntut pembayaran denda sebesar 5% per hari, sesuai Pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan lantaran keterlambatan pembayaran gaji di bulan Maret dan April.
Takwin menjelaskan, pembayaran gaji seharusnya setiap tanggal 10 bulan berjalan. Sementara realitanya, gaji para karyawan baru dibayar tanggal 26. “Kami juga sudah menemui pihak perusahaan tetapi mereka mengaku tidak sanggup lantaran kondisi keuangan saat pandemi Corona,” jelas Takwin.
Selain kedua poin itu, mereka juga meminta perusahaan memenuhi kesepakatan pertemuan pada Maret lalu. Yaitu, menjadikan karyawan yang telah bekerja lebih dari satu tahun sebagai karyawan tetap.
“Dari 1.000 karyawan baru sekitar 20 persen yang dijadikan karyawan tetap, sementara sisanya meski telah bekerja 5 hingga 10 tahun belum juga dipermanenkan” imbuhnya.
Tak kalah penting, tunjangan beras yang didapatkan karyawan masih menggunakan harga Jakarta yang tidak relefan dengan harga di Kalimantan. Saat ini per orang mendapatkan beras per bulan 12,5 kg dengan patokan harga Rp.7.000/kg, seharusnya per jiwa kerja mendapatkan 15 kg beras.
Takwin berujar, permasalahan keterlambatan gaji bukan baru kali ini terjadi antara perusahaan dan karyawan. Sebelumnya, karyawan juga pernah melakukan mogok kerja pada Maret 2020 lalu. Meski diperoleh kesepakatan atas mediasi bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), namun pihak perusahaan disebutnya lagi-lagi melanggar kesepakatan.
“Perselisihan antara pekerja dan perusahaan sering terjadi akibat tidak adanya keterbukaan perusahaan terhadap pekerjanya mengenai kondisi perusahaan,” jelas dia.
Aksi mogok ribuan karyawan dari tiga unit kerja, yakni Merapun Estate, TKS Factory dan Mayong Estate akan terus berlanjut hingga tuntutan mereka dipenuhi pihak perusahaan. (*)
Discussion about this post