SEBANYAK 15 orang petugas gabungan dari Dinas Kesehatan Samarinda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda, dan Satpol PP Kota Samarinda mengevakuasi 3 aktivis yang disebut orang tanpa gejala (OTG).
Ketiga aktivis itu diantaranya Yohana Tiko dari Walhi Kalimantan Timur, dan Fathul serta Bernard. Penjemputan itu dilakukan Satgas Jumat (31/7) sore kemarin. Dua hari sebelumnya, ketiganya termasuk yang mengikuti kegiatan pengambilan swab Satgas Covid-19.
Mereka pun memprotes keras penjemputan mereka oleh Satgas Covid-19 kota Samarinda, dengan dugaan ketiganya terkonfirmasi positif Covid-19 untuk dikarantina. Gara-garanya, petugas tidak menunjukkan hasil dari pemeriksaan swab laboratorium.
Namun, menurut Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, ada kejanggalan dalam penjemputan itu. Para petugas tak mengenalan alat pelindung diri (APD) Lengkap (hazmat). Para petugas berbaju hazmat baru muncul saat para aktivis itu berada di rumah sakit
Buyung Marajo menyayangkan penjemputan yang dilakukan oleh petugas tanpa menunjukkan bukti jika para aktivis itu benar-benar positif Covid-19. Bahkan sempat terjadi perdebatan karena petugas tidak dapat menunjukkan bukti bahwa ketiga aktivis itu terkonfirmasi positif Covid-19.
“Iya benar kawan-kawan dijemput. Tapi petugas tidak dapat menunjukkan surat jika benar-benar positif,” ujar Buyung Marajo.
Saat para aktivis tiba di RSUD IA Moeis Samarinda, mereka menolak untuk masuk ke dalam rumah sakit. Aksi penolakan itu terekam dalam siaran langsung pada akun instagram Walhi Kaltim.
Para aktivis ini menuntut agar petugas memperlihatkan dulu hasil Swab tes yang sudah dilakukan yang menyatakan positif. Sampai pada akhirnya mereka para aktivis ditinggal oleh yang menjemput Tim BPBD dan Satpol PP tanpa ada kepastian adanya hasil Swab.
Sementara Yohana menerangkan, dalam penjemputan itu, petugas Satgas tidak bisa menunjukkan hasil swab saat diminta. Hal itu menjadi pertanyaan besar Yohana, bersama kedua temannya, Fathul dan Bernard.
“Mana hasil kami positif? Malah memaksa kami dengan menghadirkan beberapa warga sekitar. Kami tidak tahu apakah itu benar warga sekitar atau bukan?” ujar Yohana.
“Kami dibawa ke RSUD IA Moeis. Ternyata, kami minta hasil lab, tetap tidak ada yang bisa menunjukkan. Kami ditelantarkan di rumah sakit,” tuding Yohana.
Dalam kesempatan yang sama, Fathul juga mengaku tidak tahu menahu hasil swab di laboratorium. “Saya pribadi, tidak pernah merasa hasilnya (hasil swab) disampaikan ke saya sendiri. Janji mau kasih tahu hasilnya melalui WhatsApp tapi tidak ada,” ungkap Fathul.
“Di RS Moeis, kami juga tidak diperlihatkan hasil swab kami. Kami mau dibawa (karantina) tapi perlihatkan dulu hasil swab kami. Tapi ini yang terjadi tidak demikian,” timpal Bernard.
Terpisah, Juru Bicara Satgas Covid-19 Kalimantan Timur Andi Muhammad Ishak telah mengkonfirmasi kejadian itu ke Dinkes Kota Samarinda, Jumat (31/7) malam. “Masyarakat merasa resah, karena yang bersangkutan tidak patuh isolasi mandiri, tetap keluar masuk terima tamu. Begitu penjelasan dari Dinkes Samarinda,” kata Andi.
“Covid ini bukan hanya aspek kesehatan tetapi juga aspek sosial. Dan, sesuai dengan juknis Kementerian Kesehatan versi 5, bahwa masyarakat terlibat aktif dalam kegiatan surveilans berbasis masyarakat,” tutup Andi. (*)
Discussion about this post