pranala.co – Pengadaan mobil dinas Pemkot Bontang, dinilai wajar lantaran mobil operasional kepala daerah dan beberapa unsur forkopimda sudah berusia sekira lima sampai enam tahun.
Melalui data Sistem Informasi Rencana Umum Pemerintah alias Sirup, dalam APBD perubahan 2022 Pemkot mengalokasikan anggaran sekitar Rp 5,5 miliar untuk kendaraan mobil dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota, serta beberapa unsur forkopimda.
Pengadaan mobil dinas tersebut, merupakan agenda yang tertunda. Pasalnya, tahun lalu Pemkot Bontang tidak melakukan hal serupa karena pemerintah pusat menginstruksikan APBD difokuskan untuk penanganan Covid-19.
“Tahun lalu sudah direncanakan. Tapi memang tidak boleh, dan juga uangnya tidak cukup. Karena fokus anggaran hanya untuk Covid-19,” kata Sekda Bontang Aji Erlynawati, kepada pranala.co, Kamis (6/10/2022).
Hanya saja, kala dikonfirmasi soal detil kendaraan dinas Wali Kota dam Wawali Bontang saat ini. Iin sapaan dia, tidak dapat membeberkan secara rinci lantaran data tersebut berada di BPKAD Bontang.
“Detailnya ada di bagian aset. Saya tidak hafal detil-nya. Disana (BPKAD Bontang) semua datanya lengkap,” tegas dia.
Pun dirinya menyakini, bila pengadaan tersebut sudah melalui proses yang matang. Disertai dengan pertimbangan matang. Berdasarkan diskusi panjang bersama DPRD Bontang.
“Tidak ada anggaran lain yang digeser. Memang sudah terencana pengadaan ini,” terang dia.
Pengamat: Lebih Baik untuk Tuntaskan Pengangguran
Berbeda pandangan, Pengamat Sosial Politik Kaltim Sri Mulyani, menyatakan langkah pemerintah tersebut keliru. Muncul di tengah masyarakat dihantam paceklik pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak alias BBM.
Meskipun kebijakan itu ada setelah melewati diskusi antara eksekutif maupun legislatif alias pemerintah. Akan tetapi, diperlukan rasa empati pemerintah. Melihat perekonomian masyarakat yang naik-turun akibat kebijakan kenaikan harga BBM. Ditambah dengan, masyarakat masih dalam ujian bangkit pasca Covid-19.
“Secara sosial, memang kebijakan pemerintah itu tidak elok. Karena masyarakat tengah berjuang untuk perekonomian secara mandiri,” tutur Akademisi Fakultas Ilmu Sosial Politik Unmul yang akrab disapa Sri tersebut.
Menurut dia, ada kebijakan yang belum populer. Namun santer dibahas publik. Yakni penggunaan kendaraan pribadi pejabat, dengan pola subsidi bahan bakar dan perawatan kendaraan dibebankan ke kas daerah.
Langkah itu lebih tepat, ketimbang pemerintah mempertaruhkan citranya ke publik dengan melakukan pengadaan kendaraan mewah.
“Meski belum populer dan belum jadi aturan kebijakan, itu bisa jadi solusi. Karena kebijakan yang keluar saat ini, saya nilai kurang elok,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia bilang anggaran Rp 5,5 miliar lebih baik digunakan untuk mengentaskan masalah pengangguran di Bontang. Mengingat, kota yang dilabeli sebagai Kota Industri ini masih menyimpan masalah dengan pemuda produktif yang tidak bekerja.
Dengan langkah seperti itu, bisa menjawab kepedulian pemerintah atas keresahan masyarakat di tengah kenaikan harga BBM.
“Bagusnya anggaran itu untuk menuntaskan masalah pengangguran di Bontang. Agar tidak malu dengan label Kota Industri,” katanya.
Dirinya menyarankan kepada pemerintah untuk kembali melakukan monitoring anggaran, agar penggunaan APBD Bontang bisa lebih tepat sasaran.
“Karena kalau untuk menunjang kinerja lapangan, apakah memang perlu mobil semewah itu,” kata Dosen Aktif di Prodi Pembangunan Sosial Fisip Unmul itu. (*)
Discussion about this post