pranala.co, SAMARINDA – Aksi dua warga Samarinda, Rusli (37) dan Farozi (21) terbongkar sudah. Polisi menangkap dua orang sindikat pemalsu registrasi kartu perdana, Senin 8 Maret 2021.
Keduanya ditetapkan tersangka dengan barang bukti kartu perdana senilai Rp 1,2 miliar. Modusnya kedua tersangka meregistrasi kartu perdana menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) orang lain.
Kasus bermula ketika adanya informasi dari masyarakat setempat. Jika, salah satu konter gawai di Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur dengan sengaja memanipulasi data kependudukan alias KTP.
Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Yuliansyah pun memerintahkan Kanit Eksus beserta anggota melakukan penyelidikan. Penangkapan terhadap dua pelaku pun berlangsung 8 Maret lalu.
Selain membawa ratusan kotak berisi kartu perdana salah satu provider, Rusli dan Farozi kemudian dibawa ke Polresta Samarinda. Barang bukti ada sekira 600 kotak berisi kartu perdana. Isinya sekira 66.400 kartu perdana. Jenisnya ada yang sudah berisi kuota internet, ada tidak. Tapi kebanyakan sudah berisi kuota internet.
“Jadi, mereka ini sudah melakukan registrasi kartu perdananya. Dan itu menggunakan identitas orang lain. Nah, identitas itu juga dia beli secara online dihargai Rp200 per satu NIK. Satu NIK bisa digunakan untuk registrasi 4-5 nomor kartu perdana,” beber Kompol Yuliansyah saat rilis Rabu 10 Maret 2021.
Aksi kedua tersangka ini berlangsung sejak 2018 silam. Polisi juga mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut. Antara lain pihak provider kartu perdana yang telah dimintai keterangan.
“Yang jelas mereka akan kami undang untuk dimintai keterangan,” tambahnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 51 Jo Pasal 35 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 94 Jo Pasal 77 UU RI 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Untuk ITE hukumannya maksimal 12 tahun dan denda Rp2 miliar. Untuk UU Administrasi kependudukan, pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar,” ujar Kompol Yuliansyah. [KS|ID]
Discussion about this post