JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pemeriksaan lanjutan terkait perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kutai Kartanegara, Kamis (13/2/2025). Sidang ketiga ini berlangsung di Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung II MK, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli serta mengesahkan alat bukti tambahan.
Sidang ini dipimpin Ketua MK Suhartoyo yang didampingi oleh dua Hakim Konstitusi, yakni Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Pemohon, pasangan calon (Paslon) Dendi Suryadi-Alif Turiadi, menghadirkan ahli Fitra Arsil serta saksi Rudiansyah, Gunawan, dan Ramadhan.
Sementara itu, pihak terkait, yaitu Paslon Nomor Urut 01 Edi Damansyah–Rendi Solihin, menghadirkan tiga ahli, yakni Zainal Arifin Mochtar, Herdiansyah Hamzah, dan Djohermansyah Djohan, serta saksi Chairil Anwar. Adapun Termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Kartanegara, menghadirkan mantan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, sebagai ahli serta saksi Yani Wardhana.
Dalam keterangannya, Fitra Arsil menyoroti putusan-putusan MK terkait perhitungan masa jabatan kepala daerah. Ia merujuk pada Putusan Nomor 22/PUU-VII/2009, Putusan Nomor 67/PUU-XVIII/2020, Putusan Nomor 2/PUU-XXII/2023, dan Putusan Nomor 129/PUU-XXII/2024.
Menurutnya, MK telah konsisten menyatakan bahwa masa jabatan dihitung penuh jika seorang pejabat telah menjalani setengah atau lebih dari masa jabatan sebelumnya, tanpa membedakan apakah ia menjabat secara definitif atau sebagai pejabat sementara.
“Jika diteliti, konsistensi MK dalam putusan-putusan sebelumnya sangat kuat dan tidak mengakomodasi upaya memperluas makna untuk memperpanjang masa jabatan,” tegas Fitra.
Sementara itu, Hasyim Asy’ari dalam kapasitasnya sebagai ahli yang dihadirkan oleh KPU menjelaskan bahwa perhitungan masa jabatan merujuk pada Pasal 7 ayat (2) huruf n Undang-Undang Pilkada yang kemudian dijabarkan dalam PKPU 8/2024 tentang Pencalonan, tepatnya pada Pasal 19 huruf e. Menurutnya, masa jabatan kepala daerah dihitung sejak pelantikan.
Lebih lanjut, Hasyim juga menyinggung bahwa ketentuan dalam PKPU tersebut pernah diuji di Mahkamah Agung (MA) dan telah diputuskan pada 15 Oktober 2024 dalam Putusan MA Nomor 42/2024. Dalam putusan itu, MA menyatakan bahwa PKPU tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
“Pada dasarnya, wakil kepala daerah yang melaksanakan tugas kepala daerah tidak serta-merta meninggalkan jabatannya sebagai wakil kepala daerah. Oleh karena itu, permohonan para Pemohon tidak beralasan hukum,” jelas Hasyim.
Keputusan MK dalam perkara ini akan menjadi penentu atas sengketa hasil Pilkada Kutai Kartanegara yang tengah bergulir. Sidang lanjutan dijadwalkan akan kembali digelar dalam waktu dekat untuk mendengarkan kesimpulan dari para pihak terkait. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post