Sengketa Tanah di Samarinda Mencuat, DPRD Kaltim Panggil Keuskupan Agung

Suriadi Said
10 Jun 2025 18:59
Kaltim 0
2 menit membaca

Pranala.co, SAMARINDA – Sengketa tanah di Jalan Damanhuri II RT 29, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Kota Samarinda, kembali memanas. Kali ini, persoalan kepemilikan itu masuk meja DPRD Kaltim.

Pihak yang bersengketa adalah Hairil Usman melawan Keuskupan Agung Samarinda. Persoalan ini kini dibahas serius oleh Komisi I DPRD Kaltim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (10/6), di Gedung E DPRD Kaltim.

Rapat dipimpin langsung Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy. Turut hadir anggota komisi Yusuf Mustafa, Safuad, Didik Agung Eko Wahono, dan Budianto Bulang, bersama para tenaga ahli.

Pihak pelapor, Hairil Usman, hadir bersama kuasa hukumnya. Hadir pula Camat Sungai Pinang, Plt Camat Samarinda Utara, Lurah Mugirejo, Ketua RT 29, serta perwakilan dari BPN Samarinda.

Namun, pihak terlapor, Keuskupan Agung Samarinda, tidak menghadiri rapat tersebut.

Sengketa bermula pada 1988. Kala itu, Dony Saridin membeli sebidang tanah dari Djagung Hanafiah, ayah Hairil Usman. Luasnya tercatat 20 meter x 30 meter. Namun, Hairil menyebut bahwa pembayaran atas tanah itu belum lunas hingga kini.

Masalah semakin rumit saat istri Dony Saridin, Margareta, membuat SPPT dengan luasan berbeda, yakni 75 meter x 73 meter. Tanah itulah yang kemudian dihibahkan ke Keuskupan Agung Samarinda.

“Kalau belum lunas, statusnya masih dipertanyakan. Ini yang jadi inti sengketa,” kata Hairil Usman.

Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, menegaskan penyelesaian harus dilakukan secara damai.

“Jangan sampai jadi bola liar. Apalagi ada aktivitas keagamaan di atas tanah itu. Kita harus bijak,” ujarnya.

Agus menambahkan, pihak Keuskupan akan kembali dipanggil untuk mengklarifikasi dokumen kepemilikan. Hal ini penting untuk memastikan keabsahan administrasi tanah yang disengketakan.

“Jangan sampai suratnya di satu lokasi, objek tanahnya di tempat lain. Ini yang akan kami telusuri,” tegas Agus.

Komisi I juga meminta aparat kecamatan menelusuri kembali asal-usul dokumen yang pernah diterbitkan di lokasi tersebut.

Agus Suwandy mengingatkan semua pihak agar tidak membawa masalah ini ke ranah SARA. Ia menegaskan, meski pihak pelapor beragama Islam dan Keuskupan sebagai pihak terlapor adalah lembaga gereja, penyelesaian harus tetap dalam koridor hukum.

“Ini persoalan kepemilikan tanah. Jangan diseret ke isu agama. SARA itu sangat sensitif dan berbahaya jika dipelintir,” ucapnya.

Sebagai tindak lanjut, DPRD Kaltim menjadwalkan RDP lanjutan pada Selasa, 17 Juni 2025. Keuskupan Agung Samarinda akan kembali dipanggil.

“Tujuannya satu, mencari solusi yang adil dan bisa diterima semua pihak,” pungkas Agus. [RE/ADS]

 

Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *