KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Bontang tak bisa menunjuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Husada Bontang sebagai lokasi pemeriksaan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang di Pilkada serentak 2020 nanti.
Alasannya, rumah sakit milik Pemkot Bontang itu masih tipe C. Sementara diwajibkan minimal RSUD bertipe B. Itu sesuai keputusan KPU Nomor 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Juknis standar kemampuan jasmani dan rohani, serta standar pemeriksaan kesehatan dan bebas penyalahgunaan narkotika dalam Pilkada 2020.
“Enggak bisa, RSUD Bontang masih tipe C. Makanya kami cari RSUD terdekat minimal bertipe B. Nah, yang memungkinkan adalah RSUD Kudungga, Sangatta, Kutai Timur,” jelas Erwin, Ketua KPU Bontang, kepada pranala.co, Senin, 24 Agustus 2020 petang.
Makanya, lanjut Erwin, KPU Bontang pun segera berkoordinasi dengan manajemen RSUD Kudungga untuk meminta kesediaannya menjadi lokasi pemeriksaan pasangan calon Pilkada Bontang. “Sudah koordinasi tadi siang (24/8). Kami berharap semua berjalan lancar. Sementara mereka bersedia,” tambah dia.
Proses pemeriksaan tes kesehatan ini menjadi syarat mutlak semua bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang yang akan berlaga di pesta demokrasi serentak 2020 ini. Para bakal calon kepala daerah itu diwajibkan tes kesehatan yang rencananya digelar sepekan, yakni 4-11 September 2020.
Erwin menjelaskan para bakal calon tidak hanya bakal dites kesehatan dan psikologinya. Mereka juga wajib lolos tes penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang nantinya diperiksa di laboratorium yang ditunjuk Menteri Kesehatan sebagai laboratorium untuk pemeriksaan narkotika dan psikotropika.
Sementara tim dokter yang berhak dan boleh menjadi bagian dari tim tes kesehatan-bakal calon harus memenuhi beberapa syarat. Misalnya, syarat dokter pemeriksa kesehatan, yaitu mesti tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengantongi STR dan SIP yang berlaku, dan harus ditunjuk IDI wilayah atau IDI cabang.
“Kriterianya itu minimal bekerja lima tahun sebagai dokter dan tiga tahun lebih sebagai spesialis di keahlian masing-masing atau atas rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis cabang terkait,” urainya.
Dokter yang menjadi tim pemeriksa kesehatan calon pun harus dipastikan bukan anggota partai. Serta bukan dokter pribadi bakal calon Wali Kota dan wakil Wali Kota atau juga bukan sanak keluarga atau kerabat dari kandidat.
Selain dokter spesialis, KPU akan melibatkan ahli psikologi. Syaratnya, yang bersangkutan tercatat sebagai anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang berlaku.
“Ia juga mesti mengantongi sertifikat sebutan psikolog (SSP) yang dikeluarkan oleh HIMPSI, termasuk memiliki surat izin praktik psikologi (SIPP) yang masih berlaku,” tambahnya.
Syarat lainnya, kata Erwin, psikolog itu minimal mempunyai pengalaman dalam melaksanakan tes psikologi sekurang-kurangnya lima tahun dan khusus untuk wawancara mendalam dapat dilakukan oleh psikolog dengan pengalaman sepuluh tahun, termasuk mempunyai kemampuan melakukan asesmen dengan alat yang ditetapkan PP HIMPSI.
“Psikolognya juga tidak mempunyai konflik kepentingan dengan calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah, termasuk tidak berafiliasi dengan partai politik serta tidak pernah mendapatkan sanksi etik maupun hukuman karena pelanggaran pidana,” terangnya.
Berikutnya, para bakal calon wajib lolos tes penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang nantinya diperiksa di laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sebagai laboratorium untuk pemeriksaan narkotika dan psikotropika. Salah satunya Balai Laboratorium Narkotika dan Psikotropika BNN. Selanjutnya, laboratorium harus didukung sarana dan prasarana yang memadai serta sumberdaya manusia profesional.
“Kandidat nanti-diperiksa urine dengan volume minimal 25 milimeter sudah termasuk 10 persen cadangan rapid test urine, sebagai penggantian apabila ada rapid test yang rusak atau memerlukan uji ulang,” tambahnya. (*)
Discussion about this post