PANDAZ –musisi lokal Kota Banjarmasin– adalah sosok dibalik terdengarnya lagu-lagu suku Banjar dengan versi EDM. Berbeda dengan kebanyakan, dia menggarap lagu Banjar versi sendiri agar didengar semua segmen; tua dan muda.
Seni musik budaya suku Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan selama ini identik dengan iringan alat musik panting yang dipetik laiknya gitar serta babun –gendang– dan gung –gong– yang menjadi satu mengiringi lantunan lirik berbahasa suku Banjar.
Namun di tangan musisi satu ini, musik suku Banjar menjadi semakin kaya penuh kreativitas berkat polesan alat musik tak biasa yang digunakannya. Pandaz berhasil mengemas lagu suku Banjar dengan citarasa kekinian berkat Maschine Pad— alat musik yang dapat menyimpan segala macam instrumen dan gendang suara serta beragam efek.
“Harapannya dengan menggarap lagu Banjar dengan versi sendiri yaitu genre EDM tapi tidak terlalu keras,” kata Pandaz, seperti mengutip Akselerasi.id.
Banyak karya musik yang telah dihasilkan pria kelahiran Kota Banjarmasin ini. Yang terbaru, Pandaz berkolaborasi dengan musisi lain seperti Tommy Kaganangan, Anisa Cahayani, Rizki, Radit, dan Shouma Hadzir, di album “Gasan Pian Sabarataan”.
“Jadi di album terbaru ini saya rilis bertahap. Diawali dengan lagu berjudul “Gasan Pian Sabarataan” yang Insya Allah akhir tahun ini akan keluar musik videonya,” tutur alumni SMAN 1 Sei Tabuk, Kabupaten Banjar, ini.
Pandaz menekuni karir bermusiknya ketika tinggal di Jakarta sekira 2015. Dimulai menjadi crew dan sound engiuneer untuk beberapa artis sampai akhirnya dia kerja di studio artis daerah Senayan. Dari sanalah dia mencoba belajar menekuni apa itu musik electronic dan alat yang dimainkan.
“Jadi tertarik alat musik Maschine Pad awalnya karena dari segi penampilan berbeda, yaitu lampu-lampunya dan yang paling menarik kami bisa memasukkan sampel suara yang kami rekam dengan suka-suka. Kreatif kami sendiri pokoknya,” ujar Pandaz, menceritakan awal mula mengenal Maschine Pad.
Lulusan Strata 1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin inipun mengeluarkan satu album “Can You Hear Me” di mana full electronic dance music. Kemudian ada juga single instrumental seperti “Bergema“, “Karet“, “Pantai” dan yang terbaru “Penyembuh“.
Setelah hijrah kembali ke tanah kelahiran, Pandaz mulai berpikir menggarap lagu-lagu suku Banjar yang dirasanya masih kurang mendapat sentuhan berbeda hingga industri musiknya tidak semaju daerah lain di Indonesia.
“Saya sempat keliling seperti ke Yogyakarta, Bandung dan beberapa daerah lainnya. Semua punya khas dan artis lokalnya masing-masing mengusung tema daerah dan semua difasilitasi dan menjadikan sangat maju industri musiknya. Jadilah terpikir menggarap musik Banjar yang belum ada sebelumnya,” beber pria dengan karakter khasnya kacamata dan jaket hoodie ini.
Meski dipoles berbeda, namun pemuda bernama asli Ridho Pangestu ini memastikan karya musik yang dihasilkannya tak sedikit pun mengurangi kearifan lokal demi menjaga orisinalitas lirik lagu berbahasa suku Banjar.
“Semangatnya ingin refresh lagu-lagu Banjar, sehingga jangan sampai hilang buat generasi penerus dan yang pasti biar orang tetap selalu rindu dengan versi tradisional musiknya,” cetusnya.
Melalui chanel Youtube dan media sosial Instagram “Pandaz Music”, dia mengaku ingin terus berkarya mengangkat musik Banjar agar lebih berkembang dan bisa dinikmati semua kalangan usia dan latar belakang.
Sejumlah musisi di Bumi Lambung Mangkurat pun dirangkul dalam menggarap lagu Banjar untuk terus eksis di kalangan milenial. Di antaranya Alint Markani, Mangmoy Panting, Tommy Kaganangan, Shouma Hadzir, Dinda Hadzir, dan Anisa Cahayani.
“Intinya sih jangan ragu berkarya mengangkat seni budaya berbahasa Banjar. Karena kalau bukan kita yang melestarikan seni musik Banjar siapa lagi,” pungkas Pandaz yang membangun studio pribadinya di Komplek Putra Gemilang, Blok F2, Kelurahan Sungai Lulut, Kecamatan Banjarmasin Timur. (*)
Discussion about this post