KENAPA seksualitas? Ini pertanyaan paling umum saya jumpai dalam diskusi-diskusi mengenai islam dan perempuan.
Istilah seksualitas di ruang publik masih dipahami sebagai sesuatu yang tabuh apalagi untuk di bicarakan. Pemahaman di kepala kita (khususnya laki-laki) mengenai seksualitas hanya seputar “hubungan intim” bahkan hanya sebagai kepuasan semata.
Padahal istilah seksualitas tidak bisa di batasi pada definisi seperti demikian. Untuk itu perlu kita kaji lebih dalam, jika yang dimaksud seksualitas hanya sebatas mengenai kelamin dan hubungan intim menurut saya itu di sebut sebagi ‘libido seks’ atau desaire (hasrat).
Yang dicapai libido seks hanya kepuasan tanpa adanya visi didalam hubungan khusus keluarga. Jadi, libido seks akan terus mencari ruang kepuasan pada objek seks.
Objek libido seks banyak macamanya, yang terpenting hasratnya terpuaskan. Tidak punya nalar dan nurai seks. Pencabulan, fetish, dan bahkan toys seks adalah bentuk dari penyimpangan libido seks.
Apakah libido seks selalu mengarah pada disorientasi seks? Ya, selama libido seks tidak menemukan ruang objektif seksualitas.
Sedangkan seksualitas bukanlah libido seks. Seksualitas adalah ‘paradigma’–cara pandang kita mengenai seksualitas yang memiliki oreintasi atau visi masa depan sejarah manusia.
Ruang objektif seksualitas adalah keluarga. Didalam keluarga visi dan orientasi seks perlu dibicarakan sebagai sebuah edukasi bersama dalam menjalani bahtera rumah tangga.
Silahkan kita bisa buka data, berapa banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalam keluarga. Kenapa ini bisa terjadi? Tesis saya, ini terjadi karna kita masih menganggap tabuh seksualitas sebagai paradigma yang edukatif.
Untuk itu pula seksualitas diruang publik mesti dibacarakan sebagai sesuatu yang mengedukasi kita agar pemahaman kita mengenai seks memiliki visi kosmologinya.
Dalam visi kosmologi islam seksualitas dipandang memiliki sisi esosteris mengenai sebuah kualitas jiwa yang feminim (lembut). Artinya seksualitas memiliki orientasi spiritualitas.
Spiritualitas apa yang bisa dicapai oleh seksualitas?
Seksualitas yang menemukan ruang objektifnya, akan sampai pada banyak tingkatan spritualitas (maqom) salah satunya adalah maqom nafs al mutmainah. Jiwa yang lembut.
Jadi bisa dapahami, jika ada seseorang melakukan hubungan intim didalam keluarga tapi prilakunya semakin kasar semakin tidak bertanggung jawab. Berarti ada yang keliru dari pemahamanya mengenai seksualitas. Wallahu’alam bi sawwab. (*)
Penulis: Syamsuddin
Jaringan Aktivis Filsafat Islam Nusantara
(Peminat Wacana Pendidikan Keluarga)
Discussion about this post