PRANALA.CO, Bontang – Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada bangunan dan kepemilikan lahan di Bontang mengalami kenaikan. Yakni setelah 9 tahun sejak 2009 hingga tahun 2018 tidak ada kenaikan.
Besaran kenaikan tersebut mencapai sekira 35 persen dari tahun sebelumnya. Akibat kenaikan tersebut Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bontang mendapat protes dari sebagian masyarakat. Diantaranya menolak kenaikan NJOP tersebut.
Menjelaskan persoalan itu, Kepala Bapenda Bontang Sigit Alfian menerangkan kenaikan tersebut berdasarkan pada kajian yang diselaraskan dengan aturan dan juga berdasarkan dari kondisi pasar di lapangan dan kepentingan masyarakat.
“Kami Bapenda dan Pemkot Bontang tidak kejam. Kami hanya mewanti-wanti adanya kesalahpahaman masyarakat terlebih di masa pilkada ini. Sebenarnya yang kami lakukan ini untuk melindungi masyarakat dengan ketetapan ini,” jelas Sigit saat disambangi awak media di Kantor Bapenda Bontang, Senin (19/10) lalu.
Di kesempatan yang sama, Sigit juga menjelaskan bahwasanya Bapenda mendapatkan teguran dari Badan Pengawas Keuangan (BPK). Lantaran tidak adanya kenaikan tarif NJOP selama 10 tahun terakhir.
Sehingga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, per tiga tahun harus melakukan evaluasi.
Lanjut dia, pemerintah melalui jalur independent yang digunakan adalah kajian akademis di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda untuk menetapkan NJOP yang selanjutnya dikukuhkan dengan Perwali Nomor 8 Tahun 2018.
Sebelumnya, untuk daerah Bontang Lestari nilai terendah diangka Rp5 ribu per meter, sekarang menjadi Rp103 ribu per meter. Sedangkan untuk tanah di pinggir jalan utama, nilai tertinggi Rp1 juta per meter. Kenaikan ini berpengaruh pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Pembangunan (BPHTB).
“Dari kenaikan tersebut, ada sisi positif dari kebijakan ini, kedepan jika ada pembebasan lahan, dalam artian tanah dibeli oleh pemerintah, dikhawatirkan akan ada temuan karena pemerintah membeli tanah milik warga dengan harga pasar yang tinggi sedangkan NJOP-nya rendah,” bebernya.
Lanjut dia, sisi keuntungan lain bagi masyarakat, jika masyarakat tersebut mengajukan modal usaha di bank, NJOP merupakan salah satu dasar persyaratannya. Sigit menganggap justru banyak hal positif yang dapat dinikmati masyarakat dari ketetapan kenaikan NJOP tersebut.
“Jika NJOP-nya tinggi, maka masyarakat dapat mengajukan modal usaha yang tinggi sesuai dengan nilai yang tinggi pula, ini merupakan keuntungan tersendiri untuk masyarakat,” pungkasnya.
[riz|ADS]
Discussion about this post