Samarinda, PRANALA.CO – Mata uang digital Pi Network kembali jadi bahan perbincangan hangat di tengah geliat dunia kripto. Di tengah euforia investor terhadap fluktuasi harga dan potensi cuan, muncul pertanyaan lebih mendasar: apakah Pi benar-benar sebuah terobosan, atau sekadar ilusi digital?
Menurut data dari CoinGecko, Rabu (23/4/2025), harga koin Pi tercatat di angka USD 0,6707, mengalami kenaikan 6,1 persen dalam 24 jam terakhir dan 9 persen dalam sepekan. Kapitalisasi pasar Pi Network kini mencapai USD 4,65 miliar, angka yang tak bisa dipandang sebelah mata di dunia kripto yang volatil.
Namun di balik statistik menggoda itu, Pi Network mengusung konsep yang cukup berbeda dibanding “senior” seperti Bitcoin atau Ethereum. Pi tidak membutuhkan rig penambangan mahal atau konsumsi listrik berlebih. Sebaliknya, pengguna cukup menekan tombol di aplikasi setiap 24 jam—tanpa suara kipas keras, tanpa lonjakan tagihan listrik.
Dibangun oleh dua lulusan Stanford University, Dr. Nicolas Kokkalis dan Dr. Chengdiao Fan, proyek ini mengklaim mampu menghadirkan kripto yang lebih ramah lingkungan, inklusif, dan efisien. Tak heran, jutaan pengguna di seluruh dunia tertarik ikut menambang “mata uang masa depan” ini langsung dari ponsel mereka.
Dalam prosesnya, Pi Network mengandalkan Stellar Consensus Protocol (SCP) dan algoritma Federated Byzantine Agreement (FBA)—mekanisme konsensus yang lebih hemat energi dibanding sistem Proof-of-Work milik Bitcoin. Sistem ini dikenal sebagai Proof of Consensus (PoC), yang lebih menekankan pada kepercayaan antar pengguna jaringan ketimbang kekuatan komputasi.
Janji Inklusif, Tapi Bukan Tanpa Risiko
Meskipun digadang-gadang sebagai kripto yang “mudah diakses siapa saja”, kemudahan ini bukan tanpa konsekuensi. Tidak adanya perangkat keras khusus memang memudahkan, namun juga membuka celah baru—mulai dari akun palsu hingga potensi eksploitasi jaringan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Tim Pi Network menjawab tantangan itu dengan membagi fase pengembangan menjadi tiga tahap: Pioneer (penambangan dasar oleh pengguna), Validator (verifikasi transaksi), dan Ekosistem (pengembangan aplikasi dan perdagangan terbuka). Saat ini, banyak pengguna masih berada di fase awal, menunggu janjinya untuk bisa memperjualbelikan Pi Coin secara terbuka di bursa utama.
Yang menarik, meskipun belum tersedia luas di pasar terbuka dan nilainya belum sepenuhnya stabil, Pi sudah memiliki basis komunitas yang kuat. Sebagian pengguna menganggap ini sebagai aset masa depan, sementara yang lain memilih menunggu dan melihat, waspada pada potensi jebakan spekulatif.
Pi Network mencoba menempuh jalan berbeda di dunia kripto. Bukan soal siapa yang punya GPU lebih kuat, melainkan siapa yang punya jaringan dan komitmen untuk aktif. Namun, seperti halnya proyek kripto lainnya, masa depan Pi tetap dipenuhi tanda tanya besar: Akankah berhasil membentuk ekosistem nyata? Atau akan tergilas oleh proyek lain yang lebih agresif di pasar terbuka? (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post