Samarinda, PRANALA.CO – Di tengah hiruk-pikuk pusat perbelanjaan, berdiri sebuah mahakarya spiritual setinggi 12 meter. Miniatur Candi Mahabodhi – yang aslinya terletak di Bodh Gaya, India – kini memikat ribuan pasang mata di atrium mal Samarinda.
Tak sekadar tiruan. Miniatur itu dibangun dengan penuh ketelitian, memperlihatkan detail arsitektur abad ke-5 yang memesona. Ia menjulang gagah, seperti ingin membisikkan pada setiap pengunjung: bahwa nilai-nilai pencerahan masih hidup, bahkan di tengah denyut modernitas.
Dan memang, miniatur ini bukan sekadar proyek biasa. Wonderful Vesak 2025 – begitu tajuk gelarannya – berhasil mencetak sejarah. Miniatur Mahabodhi ini dinobatkan oleh Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai miniatur Candi Mahabodhi tertinggi di Indonesia.
“Kami ingin menghadirkan suasana Bodh Gaya di Kaltim. Bukan untuk meniru, tapi untuk mengenang dan menghormati,” kata Thio Nofitarina Sulis, Ketua Panitia Wonderful Vesak 2025.
Suasana Bodh Gaya. Di Samarinda. Di tengah mal. Sebuah gagasan yang terasa nekat, namun sekaligus mengharukan.
Candi Mahabodhi yang asli adalah tempat Siddhartha Gautama mencapai pencerahan, lebih dari 2.500 tahun lalu. Situs itu kini menjadi warisan dunia UNESCO, dan tiap tahun, jutaan umat Buddha dari berbagai penjuru dunia datang berziarah.
Kini, sebagian kecil dari keagungan itu bisa dinikmati siapa saja – tanpa harus menyeberang lautan.
Lebih dari itu, Thio mengatakan miniatur ini adalah simbol. Bahwa nilai-nilai kebaikan, toleransi, dan persatuan harus bisa hadir di ruang publik, terbuka untuk semua, tanpa batas sekat kepercayaan.
Wonderful Vesak 2025 sendiri berlangsung dari 9 hingga 11 Mei 2025. Tak hanya menghadirkan miniatur monumental, acara ini juga diwarnai dengan talk show, pertunjukan seni budaya, lomba mewarnai, hingga diorama tiga peristiwa agung dalam kehidupan Sang Buddha: kelahiran, pencerahan, dan wafat.
Suasana kontemplasi pun terasa di tengah keramaian. Sebuah pengingat lembut bahwa di balik gegap gempita dunia, ada ruang untuk hening dan harapan.
“Miniatur ini bukan sekadar tentang tinggi dan rekor,” lanjut Thio. “Tapi tentang mengingat bahwa dalam keberagaman, kita bisa bersatu dalam kedamaian dan saling menghormati.”
Sebuah pesan sederhana namun kuat, terutama di zaman yang sering gaduh seperti sekarang.
Lebih dari sekadar ukiran batu miniatur, karya ini diharapkan menjadi inspirasi. Agar generasi muda melihat bahwa ruang publik bisa menjadi tempat bertumbuhnya kebajikan. Dan bahwa toleransi – seperti pencerahan di bawah pohon Bodhi – perlu terus dirawat. [DIAS/RIL]
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post