DI TENGAH wabah COVID-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi memperparah situasi, yakni stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gejala atau menyandang penyakit tertentu. Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan berbeda, dan/atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit.
Sebagai penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang pandemi COVID19. Terlebih manusia cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada “kelompok yang berbeda/lain”. Inilah yang menyebabkan munculnya stigma sosial dan diskriminasi terhadap etnis tertentu dan juga orang yang dianggap mempunyai hubungan dengan virus ini.
Menurut Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Hasdam, munculnya perasaan bingung, cemas, dan takut yang dirasakan masyarakat dapat dimaklumi. Namun, bukan berarti boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, ataupun mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19.
Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat.
Daripada menunjukkan stigma sosial, lanjut politisi Golkar ini alangkah lebih bijak jika kita berkontribusi secara sosial. Mulai dari membangun rasa percaya pada layanan dan saran kesehatan yang bisa diandalkan; menunjukkan empati terhadap mereka yang terdampak; memahami wabah itu sendiri; dan, melakukan upaya yang praktis dan efektif sehingga orang bisa menjaga keselamatan diri dan orang yang mereka cintai.
Andi Faiz berujar, pemerintah dan warga memiliki peran penting dalam mencegah dan menghentikan stigma di sekitar masyarakat. “Kita semua harus berhati-hati dan bijaksana ketika berkomunikasi di media sosial dan wadah komunikasi lainnya. Jangan ada stigma negatif kepada penderita Corona dan keluarganya. Jangan,” pinta Faiz.
Dia berpendapat, stigma sosial bisa terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang COVID-19. Mulai bagaimana penyakit ditularkan dan diobati, dan cara mencegah infeksi. Terpenting untuk dilakukan adalah penyebaran informasi yang akurat dan sesuai dengan komunitas tentang daerah yang terkena, kerentanan individu dan kelompok terhadap COVID-19, opsi perawatan, dan di mana masyarakat dapat mengakses perawatan dan informasi kesehatan. Gunakan bahasa sederhana dan hindari istilah klinis.
Terakhir, kata dia untuk mencegah dan menghentikan stigma di lingkungan sekitar tidaklah sulit. Itu jika semua pihak bersatu padu dalam berkomitmen untuk tidak menyebarkan prasangka dan kebencian pada kelompok tertentu yang terkait dengan COVID-19. Mari saling jaga. (*)
Discussion about this post