JAKSA penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung berhasil menemukan 17 kapal milik salah satu tersangka kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero), Heru Hidayat (HH).
Seluruh kapal itu disita sebagai barang bukti dalam penyidikan kasus rasuah itu. Kapal-kapal itu ditemukan di Kota Samarinda dan Sendawar, Kalimantan Timur.
“Kemarin (Rabu, 10/3) kapal-kapal disita itu secara fisik berhasil ditemukan di Samarinda dan Sendawar, 17 kapal sudah dikuasai penyidik,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, saat dikonfirmasi, di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (12/3).
Febrie mengatakan, 17 kapal yang disita adalah milik Heru yang merupakan Komisaris PT Trada Alam Minera. Kemarin Jaksa penyidik Jampidsus Kejagung juga menyita kapal tanker LNG Aquarius atas nama PT Hanochem Shipping, dan dokumen kepemilikan kapal sebanyak sembilan kapal tongkang dan 10 kapal tunda yang juga disita dari Heru.
“Dulu disita masih berupa surat-surat, kapalnya masih dicari, sekarang 17 kapal itu sudah ketemu,” kata Febrie.
Menurut Febrie, seluruh kapal itu untuk sementara diserahkan ke anak perusahaan PT Pertamina untuk dikelola sampai perkara yang melibatkan Heru diputuskan oleh pengadilan.
Sejauh ini Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
Di antara mereka ada dua mantan jenderal TNI, yaitu Mayor Jenderal TNI (Purn) Adam Damiri (Direktur Utama PT Asabri periode 2011-Maret 2016) dan Letnan Jenderal TNI (Purn) Sonny Widjaja (Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016-Juli 2020).
Tersangka dari pihak swasta adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk., Benny Tjokrosaputro, dan Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat. Baik Benny maupun Heru juga merupakan tersangka dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Kasus ini ditengarai merugikan keuangan negara sebesar Rp23,73 triliun. Kerugian negara di kasus ini jauh lebih besar dari kasus korupsi Jiwasraya.
Kasus ini berlangsung sejak 2012 sampai 2019. PT Asabri melakukan penempatan investasi dalam bentuk pembelian saham maupun produk reksadana kepada pihak-pihak tertentu melalui sejumlah nominee yang terafiliasi dengan BTS dan HH tanpa disertai dengan analisis fundamental dan analisis teknikal, melainkan hanya dibuat untuk formalitas.
Dalam pengelolaan dan penempatan investasi itu, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, Kepala Divisi Investasi sebagai pejabat yang bertanggung jawab di PT Asabri justru melakukan kerja sama dengan BTS dan HH.
Sehingga investasi tersebut melanggar ketentuan standar operasional prosedur (SOP) dan pedoman penempatan investasi yang berlaku pada PT Asabri.
Akibat perbuatan itu, lanjut Leonard, terjadi kerugian sebesar Rp 23,73 triliun. Karena itu, BTS dan HH sebagai pihak-pihak yang mengelola dan menimbulkan kerugian negara, dalam hal ini PT Asabri, ditetapkan sebagai tersangka TPPU.
[Antara/id]
Discussion about this post