PRANALA.CO, Bontang – Suasana Minggu (1/12/2024) sore di simpang tiga Plaza Taman Ramayana, Kota Bontang, Kalimantan Timur terasa berbeda. Di antara deru kendaraan dan langkah-langkah cepat pejalan kaki, sekelompok orang berdiri membagikan selebaran dan stiker. Dengan senyum ramah, mereka menyapa pengguna jalan sambil menyampaikan pesan penting: Jauhi penyakitnya, bukan orangnya.
Momen ini menjadi bagian dari kampanye memperingati Hari AIDS Sedunia, yang rutin diadakan setiap tanggal 1 Desember. Dipelopori Dinas Kesehatan (Diskes) Bontang dan Kelompok Dukung Sebaya, kegiatan ini membawa misi edukasi dan penghapusan stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Siti Rahima, atau yang akrab disapa Imah, adalah salah satu wajah di balik gerakan ini. Sebagai pengelola program HIV/AIDS Diskes Bontang, ia memahami bahwa perjuangan melawan HIV/AIDS tidak hanya soal mencegah penularan virus, tetapi juga memerangi diskriminasi.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa ODHA ada di sekitar kita, di tengah-tengah komunitas ini. Mereka bukan untuk dijauhi. Kita harus mendukung mereka untuk tetap menjalani hidup dengan baik,” ujarnya.
Sore itu, Imah bersama tim membagikan informasi seputar HIV/AIDS dalam bentuk stiker dan selebaran. Informasi tersebut mencakup cara penularan, langkah pencegahan, hingga pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Kampanye hari itu ditutup dengan pelepasan balon ke udara—sebuah simbol harapan. Harapan untuk dunia tanpa diskriminasi, di mana ODHA dapat hidup tanpa merasa terpinggirkan.
Di sela-sela kesibukan, Imah juga mengingatkan bahwa layanan pemeriksaan HIV kini telah tersedia secara gratis di semua fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit. Ia mendorong siapa saja yang merasa memiliki risiko, seperti berganti-ganti pasangan, membuat tato, atau menggunakan jarum suntik yang tidak steril, untuk segera memeriksakan diri.
“HIV/AIDS memang tidak bisa disembuhkan, tetapi ada obat yang dapat menekan virusnya. Dengan pengobatan yang tepat, ODHA tetap bisa menjalani hidup produktif,” jelas Imah.
Di antara kerumunan, ada Rahmat, seorang pengendara motor yang berhenti untuk menerima selebaran. “Awalnya saya pikir HIV/AIDS hanya masalah mereka yang jauh dari kehidupan saya. Tapi sekarang saya paham, ini tentang kita semua. Stigma itu hanya memperburuk keadaan,” katanya.
Kampanye seperti ini menjadi pengingat bahwa perjuangan melawan HIV/AIDS membutuhkan peran semua pihak. Tidak hanya pemerintah dan LSM, tetapi juga masyarakat luas. Dengan memahami dan mendukung, kita bisa membantu ODHA menjalani hidup tanpa rasa takut dan malu.
Di simpang tiga itu, pesan edukasi HIV/AIDS mungkin hanya terdengar seperti bisikan di tengah hiruk-pikuk kota. Namun, bagi mereka yang mendengar, bisikan itu adalah awal dari perubahan—untuk dunia yang lebih inklusif dan penuh empati. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post