pranala.co – Perusakan Gereja yang terletak di Jalan Pulau Irian, Samarinda, Kaltim, terjadi pada Kamis dini hari 8 Juli 2021. Pihak Gereja mengetahui aksi perusakan itu pada pagi hari dari rekaman CCTV gereja.
Dari rekaman itu, diketahui kejadian ini sekitar pukul 03.30 WITA dinihari. Dua pelaku terekam CCTV melakukan perusakan gereja.
Pihak gereja kemudian melaporkan kejadian itu kepada aparat. Polresta Samarinda dibantu tim gabungan dari Reskrim Polda Kaltim dan Densus 88, melakukan penyelidikan dan menangkap dua orang pelaku pelemparan dan perusakan Gereja Sidang Jemaat Kristus di Jalan Pulau Irian, Samarinda. Aparat menangkap kedua pelaku kurang dari 24 jam, pada Kamis sore, 8 Juli 2021.
Menurut Kasubag Humas Polresta Samarinda, AKP Anissa Prastiwi, motif pelaku karena sakit hati. Menurut pengakuan pelaku kepada aparat, kejadian itu karena pihak Gereja tidak memberikan aliran listrik ke kios istri pelaku yang berada tepat di depan Gang Cenderawasih, jalan masuk ke menuju gereja.
“Kios istri pelaku berada tidak jauh dari gereja. Karena tidak ada lampunya, pelaku meminta izin dialirin listrik dari gereja. Pelaku juga mengaku siap membayar, namun ditolak,” ujar AKP Anissa Prastiwi, Jumat (9/7).
AKP Anissa Prastiwi menambahkan, penolakan itu menyebabkan pelaku sakit hati. Pelaku kemudian mengajak rekannya RM untuk melakukan perusakan gereja dengan cara melempari dengan batu.
“Pelaku ini mengaku pernah tinggal di dekat gereja,” ujar AKP Anissa Prastiwi.
Sebelum mendatangi TKP, kedua pelaku sempat menenggak minuman keras di Jalan Pesut. Mereka kemudian menuju ke TKP dan melakukan perusakan di gereja.
Usai melakukan perusakan, keduanya langsung kabur menuju tempat persembunyian hingga ditangkap aparat sekitar pukul 17.00 WITA kemarin.
Akibat perbuatan itu, kedua pelaku terancam melanggar pasal pasal 406 tentang barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau, sebagian milik orang lain.
“Ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” ujar AKP Anissa Prastiwi. (*)
Discussion about this post