Gas Elpiji di Pesisir Langka dan Mahal, Wawali Bontang Desak Penambahan Pasokan

Suriadi Said
7 Mei 2025 21:54
2 menit membaca

Bontang, PRANALA.CO —Di balik riuhnya aktivitas kota, ada suara-suara kecil yang terpendam di sudut-sudut pesisir Kota Bontang. Mereka adalah warga di kawasan Malahing, Tihi-Tihi, Selangan, dan Pulau Gusung.

Masyarakat pesisir ini tengah bergulat dengan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram—bahan bakar yang biasanya menjadi andalan mereka dalam memasak. Seperti halnya banyak cerita rakyat, krisis ini berakar pada masalah distribusi yang tak kunjung tuntas.

Pangkalan gas resmi seolah hanya hadir di daratan, sementara pesisir—tempat kehidupan masyarakat yang lebih bergantung pada laut—tertinggal. Tanpa akses mudah ke pasokan gas, mereka kini terpaksa kembali pada cara tradisional: menggunakan kayu bakar.

Namun, kesulitan tidak berhenti hanya di sana. Harga gas melon di kawasan pesisir meroket hingga mencapai Rp35.000 per tabung—jauh melampaui harga yang ditetapkan pemerintah.

“Ini tidak hanya masalah distribusi, tapi juga daya beli masyarakat yang sebagian besar berpenghasilan rendah. Kami sangat berharap ada perhatian lebih,” ungkap Agus Haris, Wakil Wali Kota Bontang.

Agus yang sudah mendengar keluhan warga, mengakui bahwa dirinya belum sempat memantau langsung ke lokasi. Namun, ia menegaskan pentingnya keberlanjutan distribusi gas subsidi yang merata. Menurutnya, dalam situasi seperti ini, tak ada alasan bagi pihak terkait untuk tidak mengatasi permasalahan tersebut.

“Kami telah berkoordinasi dengan Pertamina, agen, dan distributor, yang mengatakan bahwa pasokan gas sudah cukup. Namun faktanya, masyarakat masih kesulitan mendapatkannya,” lanjutnya.

Ia pun mengusulkan beberapa solusi yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini. Salah satunya adalah dengan menambah kuota pasokan bagi distributor atau agen yang sudah ada, tanpa harus membuka pangkalan baru.

Tentu saja, langkah ini harus melalui kajian yang tepat oleh Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM (Disperindagkop) Kota Bontang.

Namun, tidak semua langkah harus menunggu birokrasi. Pemerintah kota tetap membuka peluang bagi warga yang memiliki modal untuk membuka usaha pangkalan gas secara mandiri, asalkan sesuai dengan regulasi yang ada.

Meski begitu, yang paling dikhawatirkan adalah dampak jangka panjang terhadap pola hidup masyarakat pesisir yang semakin tertekan dengan situasi ini. Agus Haris berharap solusi ini dapat meredakan beban mereka yang selama ini harus menahan harga tinggi gas atau kembali ke cara memasak yang sudah ketinggalan zaman.

“Agar mereka bisa lebih mandiri, dan tidak tergantung pada harga yang seringkali tidak masuk akal,” tutupnya, menyampaikan harapan besar agar masalah ini segera teratasi demi kesejahteraan bersama. (*)

 

Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami

1 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *