Bontang, PRANALA.CO – Jalan Slamet Riyadi Kelurahan Lok Tuan, Kota Bontang, Kaltim lumayan padat. Seorang pria berkostum badut sudah berdiri di tepi jalan, memutar lagu anak-anak dari speaker kecilnya. Sesekali, ia menunduk memberi hormat pada kendaraan yang lewat. Tangannya menengadah, mengharap receh.
Ia bukan warga Bontang. Juga bukan badut sewaan untuk pesta ulang tahun. Ia datang dari Samarinda, menumpang tinggal, dan sudah empat bulan ini mengais hidup dengan menyamar jadi badut—badut pengemis, istilah kasarnya.
Lalu, datanglah tim dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bontang. Hari itu, Rabu, 23 April 2025, sang badut diamankan. Bukan karena ia mengganggu. Tapi karena kota ini punya aturan: Perda Nomor 3 Tahun 2020. Tentang ketertiban. Tentang ketentraman.
“Dia tidak punya KTP,” kata Arianto, Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP. “Barang buktinya kami data. Ada uang Rp370 ribu, pakaian badut, speaker kecil, dan STNK motor.”
Motor itu juga jadi misteri. Tidak dibawa saat tertangkap. Tapi suratnya ada di kantong sang badut.
Sang badut tak marah. Ia tahu risikonya. Ia juga tidak melawan. Justru ia berterima kasih—karena para petugas memperlakukannya dengan baik. Ia menandatangani pernyataan. Bahwa ia tak akan lagi mengemis di Bontang. Bahwa ia bersedia kembali ke Samarinda.
Satpol PP bahkan mengantarkannya pulang. Sampai ke tempat tinggalnya—sang Badut kabarnya pun bukan rumah sendiri. Di Samarinda, kata Arianto, memang begitu profesinya: badut jalanan. (*)
Dapatkan berita terbaru PRANALA.co di Google News dan bergabung di grup Whatsapp kami
Discussion about this post