TEMUAN Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia pertama kali terdeteksi pada awal Maret 2020 lalu. Presiden Joko Widodo secara langsung mengumumkan temuan kasus tersebut kepada publik.
Selama dua bulan lebih virus ini mewabah di Tanah Air, adalah tenaga medis orang yang berada di garda terdepan dalam penanganan pasien. Rasa terima kasih dan bangga atas kerja mereka tak pernah surut disampaikan. Apalagi, tidak sedikit tenaga medis yang ikut menjadi korban keganasan virus ini.
Atas nama tugas, mereka rela mengorbankan banyak waktu merawat pasien agar segera sehat. Padahal, ada keluarga yang menunggu. Tak jarang, mereka juga memilih tidak kembali ke rumah, karena khawatir membawa virus dan memaparkan pada keluarga tercinta.
Jokowi merinci insentif yang didapat tenaga medis berdasarkan keahlian mereka. Para dokter spesialis akan diberikan insentif sebesar Rp15 juta, dokter umum dan dokter gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, juga tenaga medis lainnya Rp5 juta. Dan santunan kematian Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk daerah yang telah menyatakan tanggap darurat.
“Saya belum pernah mendapatkan insentif atau pun honor dari pemerintah selama hampir dua bulan bertugas sebagai tim COVID-19,” ujar perawat yang namanya enggan disebutkan ini, Kamis (28/5). Dia merupakan salah satu perawat di rumah sakit rujukan COVID-19 di Kaltim.
Dia pun berharap, insentif atau honor itu bisa diberikan, karena saat ini dia merupakan tulang punggung keluarga. Dan hingga kini belum ada kabar dari rumah RSUD tempat dirinya bekerja.
Humas RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS), dr. Arysia Andhina saat dikonfirmasi juga menuturkan hal senada. Hingga saat ini belum ada kabar mengenai insentif tersebut.
“Belum masuk (cair), sudah kami ajukan Maret-April. Kalau Mei belum,” terangnya singkat.
Terpisah, Pelaksana tugas Dinas Kesehatan (Diskes) Kaltim, Andi Muhammad Ishak menerangkan, pihaknya sudah mensosialisasikan hal tersebut. Seharusnya rumah sakit rujukan COVID-19 di Kaltim sudah mengajukan besaran anggaran insentif yang bakal diterima untuk periode Maret-April.
Lanjut Andi, sebelum itu dimasukkan ke pusat lebih dahulu diperiksa oleh Diskes di daerahnya masing-masing kecuali RSUD rujukan COVID-19 yang berada di bawah naungan Pemprov Kaltim, yakni RSUD AWS di Samarinda dan Balikpapan Rumah Sakit Umum Daerah Kanujoso Djatiwibowo (RSKD).
“Intinya pusat sudah siap dan besaran dana itu juga tergantung dengan jumlah kasus COVID-19 di kabupaten/kota masing-masing. Tak mungkin insentif daerah dengan satu kasus sama dengan ratusan pasien positif,” pungkasnya.
Keluhan tenaga medis itu juga diakui Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah. Dia membenarkan uang insentif yang dijanjikan Presiden Joko Widodo untuk tenaga medis, termasuk perawat belum turun. Diakibatkan belum adanya petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah secara resmi.
“Minggu yang lalu si belum ya, seminggu sebelum lebaran si belum ya. Saya belum nanya lagi soalnya. Cuman rasanya memang karena belum keluar itu, karena juknisnya belum ada secara resmi, saya hanya sempat baca dan dapat dari share pada saat itu,” jelas Harif saat dihubungi merdeka.com, Rabu (27/5).
Harif belum mendapatkan informasi lanjutan kapan insentif itu akan dicairkan. Sebab proses pencairan mengacu pada juknis yang diusulkan pimpinan rumah sakit tempat tenaga medis bekerja.
“Nah juknisnya itu barang kali, jadi petunjuk teknisnya nanti mengatur siapa saja yang dapat, mekanismenya bagaimana. Sampai kapan uang insentif itu diterima tergantung pada usulan dari pimpinan layanan kesehatan atau dinas kesehatan. Jadi, kalau belum ada usul, tidak bisa diproses, nah kan begitu,” terangnya.
Dia menambahkan, pencairan insentif berdasarkan hitungan jam kerja setiap tenaga medis. Maka setiap tenaga medis kemungkinan akan menerima insentif berbeda-beda besarannya.
Menanggapi itu, Kementerian Keuangan menyebutkan hingga saat ini belum mengantongi data tenaga medis daerah yang diperlukan untuk pencairan insentif penanganan Covid-19.
“Saat ini memang belum ada pencairan sedikit pun karena sampai pemerintah masih menunggu data yang masuk dari daerah,” kata Direktur Dana Transfer Khusus DJPK Kementerian Keuangan Putut Satyaka dikutip dari Antara, Jumat (29/5).
Menurut dia, data tersebut dibutuhkan agar pencairan insentif diterima oleh tenaga medis yang bertugas. Adapun tenaga medis yang mendapatkan insentif adalah mereka yang terlibat langsung atau sebagai pendukung dalam penanganan Covid-19. Insentif disesuaikan dengan golongan, keahlian, dan zonasi.
Kementerian Keuangan saat ini telah menambah alokasi bantuan operasional kesehatan sebesar Rp 3,77 triliun. Dengan demikian total terdapat anggaran Rp13,40 triliun yang diperuntukkan khusus untuk insentif tenaga medis dalam menangani pandemi virus corona.
Meski pihaknya belum mengantongi data tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19, Putut menambahkan sudah ada beberapa data masuk di Kementerian Kesehatan dan sedang dilakukan verifikasi.
“Sehingga jika verifikasi sudah selesai, tentunya akan segera bisa kami salurkan kepada pemda,” katanya.
Anggaran untuk kesehatan menjadi salah satu pos dalam Dana Alokasi Khusus Non Fisik yang tidak dipangkas pemerintah dari seluruh alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa atau TKDD.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memangkas anggaran TKDD dari Rp 856,94 triliun pada APBN 2020 menjadi Rp 762,72 triliun sesuai Perpres 54 Tahun 2020. Anggaran dipangkas mencapai Rp94,2 triliun untuk dialikan bagi penanganan Covid-19. (*)
Discussion about this post