PERTEMUAN warga di kawasan RT 28 Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu dengan Pemkot Samarinda pada Rabu, 17 Juni 2020 tak berjalan mulus. Sebagian warga menolak dana appraisal atau harga taksiran nilai properti dari pemkot. Penyebabnya, kesepakatan harga disebut-sebut tanpa lewati tahap negoisasi.
Camat Samarinda Ulu, Muhammad Fahmi yang dikonfirmasi pelit komentar. Ia malah meminta menghubungi Dinas Perumahan dan Pemukiman [Disperkim] Samarinda sebagai pelaksana.
“Silakan menghubungi Pak Joko [Disperkim] sebagai koordinator,” ujar Fahmi, Kamis [16/6/2020] petang.
Sedimentasi Sungai Karang Mumus [SKM] disebut jadi biang banjir, itu sebab Pemkot Samarinda berencana revitalisasi kawasan ini. Dimulai dengan agenda merapikan permukiman. Sayangnya rencana ini terancam menuai rintangan.
Fahmi yang berkomentar di ujung ponsel pun tak memberikan komentar mengenai tenggat waktu pembongkaran rumah. Sementara limit dari pemkot akhir bulan ini. Terpisah, Kepala Bidang Kawasan Permukiman Disperkim Samarinda, Joko Karyono menerangkan, dana appraisal yang diberikan pemkot telah dihitung matang.
“Mulai dari besaran bangunan hingga lamanya warga menetap di sana,” sebutnya.
Tak hanya itu, Kata Joko penghitungan juga sudah sesuai dengan aturan berlaku. Untuk RT 28 misalnya, di kawasan ini ada 234 bangunan berdiri. Hasil dari penaksiran tim appraisal dana yang disiapkan senilai Rp3,09 miliar. Suntikan duit dari Pemprov Kaltim memang ada, jumlahnya Rp15 miliar. Masyarakat pun menyimpulkan tiap RT dapat Rp5 miliar.
“Alasannya karena ada 3 RT yang bakal terdampak revitalisasi SKM. Akhirnya dana appraisal dikeluhkan warga karena disebut tidak sesuai,” terangnya.
Tapi tidak demikian, dia meyakini penaksiran tim appraisal sangat profesional. Pihak Pemkot atau pun Disperkim Samarinda tidak memiliki kuasa dalam mengatur perhitungan tim ini.
“Kami yakin tim ini sangat profesional dalam perhitungan untuk warga RT 28,” ujarnya.
Sekadar pengingat, Pemkot Samarinda mencatat, ada 234 bangunan yang sesuai daftar nominatif. Sementara bangunan yang tidak memiliki dokumen lengkap adalah sebanyak 13 bangunan. Paling utama bangunan yang berada tepat di samping Gang Nibung di sebelah jalan besar menuju Pasar Segiri Samarinda.
Hingga Juni 2020, jumlah bangunan yang memenuhi syarat untuk diajukan mendapat santunan adalah sebanyak 197 bangunan. Keseluruhan jumlah tersebut merupakan hasil verifikasi Badan Pemeriksaan Keuangan Provinsi (BPKP) Kaltim.
Saat ini, Pemkot Samarinda masih mempersiapkan rencana relokasi dengan sosialisasi dan penyerahan santunan bagi warga yang rumahnya akan direlokasi. Santunan yang akan diberikan mencapai total sebesar Rp 2,5 miliar.
Sistem pembayaran santunan, menurut Sekretaris Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin, melalui skema melalui BPR. Setelah dilakukan pembayaran santunan, maka warga wajib langsung membongkar bangunannya.
“Kita kasih batas waktu 7 hari setelah mereka menerima santunan untuk langsung membongkar bangunannya. Setelah terbongkar warga bisa kembali mengambil biaya pembersihan yang Pemerintah telah siapkan. Jika meleset dari batas waktu yang kita berikan, maka kita yang akan bongkar sendiri,” ujar Sugeng Chairuddin seperti dirilis Humas Pemkot Samarinda. (*)
Discussion about this post